Sabtu, 29 Agustus 2009

harta karun erish

Harta Karun Erish

Grusak, Grusuk. Terdengar dentuman dikamar Erish. Hingga dari dalam kamar muncul suara, “Mbok Ipit, Liat album foto yang warnanya kuning, ada gambar bunga matahari, nggak?” ia tampak panik dan membongkar seluruh isi dalam lemari bajunya.
Mbok Ipit yang renta mendekati kamar majikannya. “Setau Mbok, Mbak pernah menaruh album itu di laci meja.” Erish segera meninggalkan lemari pakaian yang kini dalam keadaan sangat berantakan dan menuju laci meja. Mbok Ipit yang kebagian tugas membenahi lemari pakaian.
Album foto kuning dan bergambar bunga matahari berhasil ia temukan tapi Erish tak langsung memandangi foto didalamnya, melainkan kembali ke laci meja tempat tadi ia mencari album foto. “Aduh, kayaknya gue pernah naroh pulpen itu disekitar sini,” untuk kedua kalinya Erish membongkar laci.
Album kuning yang barusan temukan, hanya tergeletak di ranjang. Erish masih berkutat dengan laci meja guna mencari sebuah pulpen orange yang sudah tak bertinta.

Tak lama, mama melirik putrinya menuju belakang rumah. “Mau kemana? Sibuk amat?”
“Mau nyari harta karun.”
“Daya khayal anak itu kan lemah,” mama jadi bingung. Kini gudang kotor, bau dan tak terawat itu sudah dimasuki Erish. Taukah yang ia cari? Sebuah boneka kumal. Boneka terletak dibawah sebuah meja yang penuh buku—jadi mudah ditemukan. Boneka panda yang cacat, tangan kanannya belel, mata kanannya copot, warnanya memudar, kupingnya sudah ditelan bumi. Tapi, boneka itu merupakan harta karun.
Petualangan Erish mencari barang-barang lama tak berhenti. Ia melanjutkan perjalanannya menuju kamar Mbok Ipit yang sedang menyetrika pakaian.
“Mbok, baju yang udah nggak kepakai sudah dijual?” si Mbok menggeleng. Ternyata tumpukan baju-baju Erish yang sudah jelek, sudah memudar, sudah kesempitan terletak di gudang. Walau dengan sedikit kesal Erish kembali ke gudang untuk menemukan baju yang ia cari. Sebuah baju berwarna kuning keemasan walau sedikit memudar dan boneka tua, yang berhasil ia temukan diletakkan diranjang bersama pulpen dan album foto.

Lelah juga pikir Erish. Ia merebahkan badan di ranjang. Duh, andai kejadian dua hari yang lalu tak terjadi, aku pasti tak`akan serepot ini. Dan pasti sekarang aku tak sedang berada dirumah melainkan sudah pergi kesuatu tempat.
“Astaga!! Dibuku akun! Dia pernah nyoret-nyoret disitu.” kini Erish mengobrak-abrik lemari buku pelajaran. “Ada. Ada dibuku sejarah juga. Eh, dibuku mat juga ada. Aduuuh.. kangen sekali rasanya.” Tatapan Erish nampak kosong.
Huh. Kafe No Rule. Gue nggak akan ke tempat itu lagi. Tempat yang membuat persahabatan gue sama Marie yang sudah berusia 10 tahun patah saat itu juga. Gue tahu, gue salah. Gue suka sama orang yang disuka Marie. Tapi, bukan salah gue dong kalau Bas memilih gue dibanding dia.
Dua hari yang lalu, Marie melihat kami makan bersama di kafe No Rule. Marie yang sangat marah menghampiri kami dan mendamprat gue habis-habisan. Yasudah, mulai saat itu dia nggak mau bicara lagi sama gue. Walau kami duduk sebangku, ia menganggap gue nggak ada.
Tapi, jauh didalam hati, gue bilang. “Sory, ya, Marie..” ya iyalah emang gue yang salah. Ngambil Baskara yang Marie sukai karena gue juga suka dia.
Dan jauh didalam hati, gue bilang, “Buset, gue jahat banget ya, mempertaruhkan persahabatan gue sama Marie yang sudah menginjak 10 tahun hanya karena ‘sebuah’ mahluk yang bernama cowok.
Ini rekor baru kami tidak berbicara. Dulu pernah diem-dieman juga, tapi cuma 3 jam dan tiba-tiba kami sudah lupa begitu saja.
Erish memandangi barang-barang yang dikumpulkannya. Album foto kuning, pulpen orange, boneka kusam, baju kuning yang kekecilan juga beberapa buku pelajaran.
Tahukah kalian apa maksud semua barang-barang itu? Boneka coklat tak berkuping ialah hadiah Marie ketika ulangtahun Erish ke 10. Erish menangis mengingat itu. Mereka bersahabat sejak SD. Tak terpisahkan sama sekali. Pulpen orange yang sudah tak bertinta sebenarnya milik Marie yang diambil Erish. Awalnya minjam eh lupa dibalikkan. Buku-buku pelajaran, Marie senang sekali nyorat-nyoret yang aneh-aneh ketika di sekolah. Dan yang paling mengesankan ialah album foto mereka.
Foto-foto keakraban mereka sejak SD terekam semua di album itu. Sejak Erish SD hingga SMA sekarang ini. Kenangan melalui foto-foto itulah yang membuat Erish semakin berlinangan matanya. Lebih deras dari sebelumnya. Kira-kira lima menit kemudian, ia mengusap air mata dan menyalakan laptop yang letaknya didepan persis didepan ranjang. Banyak sekali foto-foto di laptop itu yang memperlihatkan betapa akrabnya mereka.
Karena tak tahan, Erish sangat ingin berbicara pada Marie karena sudah 2 hari mereka berkutat dengan keegoisan mereka. Dan mengatakan “maaf”.
Namun, tangan Erish serasa bergetar begitu juga dengan jantungnya seakan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Erish mengurungkan niatnya. Kemudian berusaha memberanikan diri untuk menelpon Marie. Namun gagal untuk kedua kalinya. Ketika mencoba menelpon untuk ketiga kalinya, ketika Erish sudah memencet nomot telpon Marie, justru telpon itu berdering sendiri.
“Iih.. Ngaggetin aja sih,” komplen Erish. Dalam hatinya bertanya-tanya dari siapa telpon itu. Apa mungkin dari Marie. Hanya ada satu cara untuk membuktikannya.
“Haloo..” sapa Erish dengan ragu-ragu.
“…mm… ..mm… Hallo…”
“…Ng… …Ng… Marie, kurasa ada yang perlu kita bicarakan..”
Marie tak bersuara.
“Maaf sudah merusak persahabatan kita yang sudah menginjak sepuluh tahun. Aku dua hari ini tersiksa tanpa kamu..”
FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar