Sabtu, 29 Agustus 2009

white house

White House



Siang-siang begini emang paling enak makan es krim. Begitulah yang ada di pikiran Fransisca Jovinky. Atau disapa Siska. Dan memutuskan memilih es krim conello cup mocaflape. Secepat kilat ia meninggalkan kamarnya dan menuruni tangga dan menuju ruang tamu yang ada adiknya serta kakaknya.
“Koko, mau es krim gak?” katanya dan duduk di sebelah kakaknya. Adiknya menyela.
“Cici, aku kok gak di tawar’in?” Omel Ferry Jovinky adiknya.
“Emang lo mau es apa?” Tanya kakaknya. Nama kakaknya Derrek Jovinky. Dan disapa Dery. Koko yang sempurna serta baik dan sayang dengan kedua adiknya.
“Aku conello cup mocaflape….” Senyumnya penuh harap. Dery emang terkenal baik ama adenya mengeluarkan dompet dari saku belakang. Dan mengambil uang pecahan dua puluh ribu. Dan menyerahkannya ke Siska.
“Nih, sekalian beli’in untuk Metha sama Malvin. Mereka lagi berenang di belakang,” Siska tidak menjawab dan menarik tangan adiknya yang lucu itu.
“Kok gue ikut sih? Emang gak bisa beli ke warung sendiri?”
“Elo yang nyetir motor. Gue gak enak ke warung Kenny, tau..” Ferry bisa diem aja. Karena cicinya lagi naksir berat sama Kenny. Anak pemilik warung di komplek itu.


*******


Derrek Jovinky yang sedang mendengarkan iPod menuju kolam renang belakang. Dan mendekati dua orang sepupunya yang lagi istirahat. Metha dan Malvin.
“Emang lo berdua gila ya? Berenang sepanas ini?” sapanya Metha mengoleskan sebotol lotion kekulit putihnya. Malvin yang menjawab.
“Der, sekarang panas banget.” Keluhnya.
“Siska sama Ferry udah gua suruh beli es krim,”
“Wah, enak tuh’ thanks ya, Der… Baek banget lo.Gua sayang elo,” Metha dengan tidak ragu mencium pipi sepupunya. Metha emang paling suka ‘gratisan’ . Tanpa dirasa dan diduga Malvin bicara serius dengan Dery.
“Der, elo udah denger belom , kalo Jefrey bakal balik ke Jakarta?”
Muka Dery merah padam.
“JEFREY?”



*******


Di toko Kenny sedang sepi. Siska perlahan memasukinya dan seolah-olah mencari adakah orang di toko itu. Dan seorang cewek cantik mendatangi nya. Itu Cici Kenny yang seangkatan dengan Dery, tapi beda jurusan.
“Eh, Siska. Mau beli apa, Sis?” ujar Vera ramah.
“Es krim, Ci..” Ucapnya karena mengenal namanya Cici itu Vera. Cici Vera membukakan kotak yang besar itu. Siska mencari-cari es krim untuk mereka berlima. Sebelum puas memilih, cici itu berkata,
“Sis, Cici lagi masak. Tunggu ya, nanti Cici suruh Kenny kemari,” Siska mengangguk senang. Dan berharap tidak sedang bermimpi. Dan benar, Kenny datang. Dengan muka kusutnya. Sepertinya habis bangun tidur. Terus dibangunkan kakaknya. Dengan wajah malas melihat teman sekolahnya, cowo cakep itu duduk ditepi warung yang luas.
“Cepet sana beli. Biar gua cepet tidur,” katanya kasar. Siska jadi bete. Masa’ itu jawabannya. Emang gak tau kalo pembeli itu raja? “Iya sebentar. Adek gue juga gak sabar nunggu kok.”
“Brapa?” Tanya Siska yang jadi sama betenya.
“Gak tau. Lo beli berapa es? Emang lo gak bisa liat, di papan itu’kan ada label harganya. Jadi… jangan tanya gue..” Kenny saat itu menjadi sangat menyebalkan.

Siska yang tampaknya udah ill feel berat segera menarik napas menenangkan diri agar tidak marah pada teman sekelasnya itu. Dan berkata,
“Kenny, disini penjualnya elo. Jadi..” , Kenny menyela.
“Iya..iya.. lima belas ribu..” katanya seraya menguap. Untuk menyudahi pembicaraan itu, Siska menyerahkan uang pas dan tanpa bicara terima kasih meninggalkan toko besar itu.
Di luar, Ferry melihat cicinya mendatanginya dengan muka pucat. Biasanya abis dari toko Kenny, Siska pulang dengan mata berbinar-binar.
“Ci, elo kenapa? Abis lihat setan?” tanyanya dan menyalakan mesin motor.
“Diem. Cepet jalan,” Ferry berdiam tanpa bicara hingga rumah. Dan sepertinya ia dapat membayangkan apa yang sebenarnya terjadi.



*******

Di rumah, Siska dan Ferry menuju ruang tamu, karena melihat Dery gak ada, maka ia ke kolam renang belakang. Dan benar dilihatnya Dery, Malvin sama Metha ada disana.
Diberikannya bungkusan itu. Semua menikmati es dengan nikmat. Bayangkan, panas-panas minum es, uuh.. so pasti seger. Namun, Siska mengamati kokonya Dery tidak menikmati esnya seperti anak lain.
“Koko, kenapa sih?” tanyanya sembari mendekati kokonya yang duduk ditepi kolam. Metha dan Malvin yang sudah berganti pakaian saling berpandangan. Dery masih terdiam menatap lantai.
“Sebenarnya kenapa?” Siska semakin heran dan makin memandangi kokonya itu. Justru, Dery bangkit dan berkata,

“Gak ada apa-apa kok..” katanya dan memutuskan untuk meninggalkan adik-adiknya. Ferry dan cicinya berpandangan. Dan mereka berdua memandangi Malvin. Malvin yang terkenal serius namun baik itu segera tau arah pembicara annya.

“Jefrey bakal balik.” Ucapnya datar. Sama seperti Dery waktu mendengar pembicaraan itu, mata Ferry dan Siska terbelak.
“Jef.. Jefrey?” Jefrey itu kakak kembar Dery. Mereka sama sekali gak mirip. Mereka gak pernah akrab.
Jefrey terkenal berandal, ngerokok, gak mau denger’in omong an orang lain. Sedang Dery terkenal baik, pemurah, pinter dan sayang adik-adik nya. Sekitar dua tahun yang lalu, ia dititipkan rumah nenek mereka di Palem bang.
Tidak ada satupun adik Jefrey yang merindukannya. Termasuk kembarannya. Dery justru senang tidak ada Jefrey. Bahkan sekitar dua tahun yang lalu, Dery dan Jefrey masih di SMU yang sama. Dan menyukai seorang cewek yang sama. Akibatnya mereka berantem. Dan Dery sempat di opname tiga minggu gara-gara kena pisau Jefrey. Mungkin gara-gara ‘cewek itu’ mereka dipisahkan. Jefrey di Palembang dan Dery di Jakarta.
Siska, Ferry, Metha, dan Malvin kini seperti tidak dapat merasakan kesegaran es krim itu lagi.
“Gue masih inget, waktu Jef nusuk pisau ke perut koko Dery di depan mata gue..” Ucap Ferry yang sedang berkaca-kaca. Siska mengingatnya jadi menangis dan memeluk adiknya.

“Iya.. Jef emang brengsek. Gue gak suka dia balik. Itu akan bikin koko Dery inget masa lalunya. Kenapa sih, nenek mulangin Jef? Mungkin nenek udah kewalahan ngurus dia..” dan air mata Siska menetes deras.
“Emang kenapa harus sekarang? Seminggu lagi’kan ulang tahunnya Dery… dan ulang tahunnya juga.…” Kata Metha dengan mata berapi-api dan berdiri sambil mengelap rambut merahnya yang basah.
“Lo mo’ kemana?” Tanya Malvin. Metha tidak menjawab.
Perlahan, Metha membuka pintu kamar Dery. Dan dilihatnya, Dery sedang main Xian di komputernya. Langsung, Metha mengambil kursi dan duduk tepat disebelahnya.
“Ko…”
“Kembaran lo tau dari mana sih’ Jefrey bakal balik?” tanyanya serius.
“Sebenernya, bukan Malvin aja kok yang denger. Gue juga denger Jef bakal balik dari nyokap bokap waktu ngomong sama Oom sama tante (orang tua Dery).” Sekitar semenit Dery dengan sepupunya terdiam. Dan setelah itu ia berkata dengan penuh amarah,
“Sekarang gue pengen liat, kaya apa Jefrey sekarang,” Metha menatap koko yang disayanginya dengan penuh rasa ngeri.



*******


Tepat sore harinya saat Dery serta Ferry sedang pergi ke Mall Kelapa Gading, Sebuah taksi berhenti di depan big house-nya Siska. Seorang pembantu Siska membukakan pintu. Cewek itu pun keluar melihat siapa yang datang. Tidak mungkin orang tuanya. Sebab biasanya pulang malam.
“Hah? Jefrey…” dari balik jendela Siska tidak percaya dengan penglihatannya. Yang dilihatnya adalah cowok cakep yang berbeda jauh dengan Jef saat terakhir kali meninggalkan rumah dua tahun yang lalu. Pemuda yang dilihatnya adalah pemuda yang tampangnya ramah dan sama sekali ada tampang preman.

Namun Siska yakin sekali yang dilihatnya adalah Jefrey yang dulu sering ‘main tangan’ dengan Dery. Yang dulu ngerokok, yang dulu mukanya sangat menjijikkan. Dan nampaknya sangat berubah drastis.
Ketika memasuki rumah aslinya, ia langsung bersua dengan adiknya, Siska. Mereka berdua saling bertatap aneh. Siska memandangi kokonya dengan tampang curiga. Dan Jef memandangi adiknya dengan tampang bahagia. Langsung Jef memeluk adiknya itu.
“Siska, sekarang elo udah gede ya, udah kelas dua ya…” Siska merasa amat aneh, dan melepas pelukkan kokonya itu. Kokonya jadi merasa aneh.
“Elo , Jef kan?” tanyanya aneh.
“Iya, apa elo lupa ama koko lo?” tanyanya.
Sejak pertemuannya itu, Siska jadi yakin bahwa Jef sudah berubah total. Saat ini Siska sedang di kamar Jef yang sedang membenahi barang-barang di kopernya untuk di masukkan ke lemari.
“Jef, kok elo berubah banget. Emang apa yang terjadi di Palembang?” Sambil membenahi barang-barangnya ia menjawab.
“Nggak. Nggak ada apa-apa. Cuma gue merasa udah sangat berdosa sama ade kembar gue. Udah sering nampar dia, sering berantem sama dia. Bahkan yang terakhir, gue bikin dia di operasi..” Pikirannya menerawang.
“Yang terjadi biarkan berlalu. Gue yakin koko Dery udah ngelupa’in semua. Dia’kan gak punya sifat pendendam..” katanya meyakinkan. Metha dan Malvin sudah mendengar semua dari Siska. Dan sedari sore, si kembar itu udah bersama Siska dan Jef di halaman belakang udah becanda seperti biasanya.
Kira-kira pukul setengah sembilan, telepon berdering, bi Narsih yang mengangkat. Setelah menutup telepon ia menuju belakang rumah.
“Non Siska, tadi Ibu yang telpon. Kata Ibu sama Bapak hari ini ada lembur. Pulangnya besok.” Katanya dengan gaya jawa medhok.
“Iya, bi..” kata Siska.
“Siska, gue udah cape. Tadi di pesawat gak bisa tidur. Gue tidur dulu, ya…kalo Dery udah dateng, sampe’in salam gue.” Katanya dan memasuki dalam rumah.
“Iya…” kata Siska.
“Sis, gimana kalo koko Dery dateng? Kita harus bisa jelas’in sama Dery kalo kembarannya udah berubah. Dan bilang sama dia untuk ngelupa’in semua perbuatan Jef selama ini.” Saran Malvin.
“Betul… sih, tapi menurut gue, Dery bakal cepet maaf’in Jef, soalnya dia kan baik, pemaaf, pokoknya koko terbaik yang pernah gue temuin.” Tambah Metha.
“Ooh, jadi gue bukan koko yang baik?” sindir Malvin.
“Bukan.. tapi..” sela Metha dan si kembar melihat Siska meninggalkan mereka.
“Siska kenapa?” Tanya cewek itu pada kembarannya. Malvin mengangkat bahu tanda tidak tahu.
Sekitar pukul sepuluh, Metha dan Malvin sudah pulang. Dan mobil Toyota Vios milik Dery sudah datang. Mereka berdua masih belum tahu kalau si bengis Jef sudah pulang. Siska sengaja tidak tidur untuk bicara dengan kokonya. Ferry sudah keburu naik ke kamar karena sudah ngantuk.
“Ko, Jef udah sampe..” ucap Siska datar dan bersiap menerima kekagetan Dery yang mendengar kabar itu. Namun dugaannya salah, ia mengira Dery bakal marah. Tapi ia tenang-tenang aja. Masih seperti biasa dan tidak ada kekagetan pada mukanya. Dan hanya berkata,
“Ooh. Dimana dia?” tanyanya.
“Di kamar tamu lantai satu. Katanya udah capek. Di pesawat gak bisa tidur.” Katanya. Dan melihat kokonya tidak mendengarkannya justru menuju kamar tamu yang diberitahukan olehnya. Siska yakin bahwa kokonya akan bersikap terbaik pada Jef, musuh masa lalunya.



*******


Dery menuju kamar tamu yang ditunjukkan oleh Siska. Perlahan ia membuka pintu dan menyalakan lampu. Dilihatnya seseorang tidur di ranjang sambil memeluk guling. Yang hanya mengenakan kaos dalam. Yang bukan lain orang yang lahir berbeda tiga menit lebih cepat dengannya.
Dipandanginya orang itu. Ternyata berbeda dengan dugaannya selama ini. Yang menyangka bahwa Jefrey akan datang sama seperti dua tahun yang lalu dan tidak ada perubahan yang berarti.

Namun berbeda. Jefrey yang ada didepannya adalah pria yang sama sekali tidak ada tampang jahat. Kini lebih bersih, mukanya cerah tidak hampa dan kelihatan lebih putih dan mungkin tambah ganteng.
Tanpa dibangunkan, Jefrey terbangun. Mungkin terganggu adanya lampu lampu yang menyala. Dan Jefrey tidak kaget kembarannya itu dihadapannya. Dery belum bicara sejak masuk. Jefrey memahami mungkin Dery belum memaafkannya. Maka ia yakin bahwa dialah yang harus mengawali pembicaraan.

“Der.. Ngg.. mungkin Siska atau Ferry udah cerita..” katanya dan Jef kehabisan kata-kata
“gue..gue..gue mau minta maaf,” lanjutnya dengan menunduk.
Dery duduk ditepi ranjang dan menatap dengan tajam.
“Gue gak sangka, Jef, elo berubah total. Gue udah ngelupa’in perbuatan lo sama gue. Gue seneng lo udah berubah. Siapa yang buat lo berubah?” tanyanya dengan tatapan yang makin lama makin tenang.
“Gak ada siapa-siapa. Siska juga Tanya begitu. Gue nyesel aja, waktu di Palembang kayanya ada yang kurang. Yaitu, gak ada elo. Gak ada yang bisa gue ajak berantem.. ha.. ha.. ha..” lepaslah canda mereka. Yang hampir tidak pernah dilihat selama ini.
“Der, bener elo udah ngelupa’in perbuatan gue?” tanyanya.
Dery mengangguk yakin. Dan kata Jefrey,
“Tapi, masih ada sesuatu yang membekas dari semua perbuatan gue…” katanya. Dan mukanya berubah jadi sedih lagi.
“Apa?” Tanya Dery heran.
“Luka jahitan di perut lo yang kena tusukan gue…”
“Nggak, Nggak, gak apa apa kok.” Balas Dery disertai tawa.
Mereka diam sejenak. Entah memikirkan apa,
mungkin memikirkan luka itu atau hari ulang tahun
mereka seminggu lagi. Dan Jefrey bertanya,



“Eh, seminggu lagi kita ulang tahun, mau diraya’in kemana?” Tanya Jef. Dery seperti sedang berpikir. Tidak lama berselang, Siska dan Ferry memasuki kamar itu. Dan sepertinya, dilihat dari mukanya, mereka udah tau arah pembicaraan. Dan sepertinya mereka menguping pembicaraan si kembar.
“Gimana kalo kita Ke TA. Kan asyik, sekali-kali yang jauh sekalian,” Ia yakin benar kalau Dery setuju sebab Dery’kan koko yang baik.
“Kalian nguping ya?” bentak Dery setengah marah. Siska dan Ferry hanya saling tatap dan tertawa renyah. Dery dan Jef tertawa kecil. Siska dan Ferry mendekati ranjang.
“Kalian mau kado apa?” Tanya Siska.
“Tapi jangan yang mahal-mahal ya, soalnya dompet gue lagi rata…” kata Ferry becanda.
“Gue gak minta apa-apa. Cuma kita berenam gue, Jefrey, Siska, Ferry, Metha, Malvin bareng nyokap bokap sama oom tante makan bareng. Soalnya dari dulu gak pernah..” permintaan Dery yang mudah.

“Kalo gue, gue cuma minta elo berdua manggil gue koko. Soalnya selama ini kalian manggil koko cuma sama Dery. Walo gimanapun gue koko lo juga…” kata Jef setengah takut.
Siska dan Ferry saling tatap dan kemudian ketawa lagi.
“Iya.. iya.. KOKO JEFF…” kata dua orang itu lagi hampir bersamaan.


*TAMAT*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar