Sisi Lain Dunia Memi
Suasana di ruang bimbingan konseling.
Bu Libby sedang mendengarkan kesaksian seseorang murid kelas IX bernama Billy. Billy mengaku dipukuli oleh Memi—gadis Bengal kelas VIII yang memang cukup terkenal sedari bergabung ke Jasmine Junior High School, sejak masuk hari pertama MOS saja—Memi sudah berani menonjok kakak kelasnya kelas tiga. Maka—ini bukan kali pertama Memi masuk ke ruang BP.
“Baik. Jadi modus perkelahian kali ini karena Memi tidak terima ia kalah taruhan pertandingan bola. Artinya—Memi yang salah, ia kalah, tidak terima dan melakukan pemukulan pada kakak kelasnya. Begitu, Memi..” mata tajam Bu Libby mengarah ke Memi yang sejak masuk ke ruangan itu—wajahnya tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali.
“Mau memberikan alibi?” Tanya guru muda itu lagi pada Memi.
“..tidak..”
“Buat apa. Ibu juga nggak akan percaya omongan dari gadis macam saya.” Jawab Memi ketus tanpa mau melihat ke arah gurunya itu. Ia malah memandangi pajangan di atas langit-langit ruangan itu, seolah-olah ada tontonan menarik disana.
Bu Libby berpikir sejenak memikirkan kata-kata yang tepat untuk gadis itu. Bu Libby memang cukup direpotkan dengan ulah Memi. Namun—Bu Libby tidak dapat berbuat banyak. Ia hanya berkata,
“Billy—masuk ke kelas.” Suruhnya.
Billy—anak kelas IX meninggalkan ruangan.
Tinggal Bu Libby dan Memi.
“Memi..! duduk..” perintahnya. Terpaksa Memi menurutinya.
“Memi.. ada masalah apa sih sama kamu. Kayaknya kamu nggak bisa menikmati dunia SMP kamu.” Memi menanggapinya gebrakan tangannya dengan keras ke meja Bu Libby. Bu Libby sangat kaget dengan sikap Memi yang amat membangkang.
“Tau apa kamu tentang dunia SMP aku? Jangan sekali-sekali sok tahu ya! Emangnya kamu itu Tuhan? Emangnya kamu itu mama aku? Mama aku aja nggak tahu kayak gimana kehidupan SMP aku!” teriaknya.
Bu Libby yang psychologist handal itu menghela napas. Dan berpikir dengan kepala jernih untuk dapat memahami hati Memi yang keras itu.
“Apa di rumah kamu tidak mendapat perhatian dari orang tua kamu?”
“Tidak.”
“Kamu enjoy dengan kehidupanmu?” Memi diam untuk pertanyaan itu.
Karena Memi tidak menjawab pertanyaan itu—Bu Libby memutar otak untuk menanyakan pertanyaan lain.
“Kamu punya banyak teman-teman?”
“Tidak terlalu banyak.”
“Tapi—sepertinya kamu tidak memiliki teman di sekolah ini?”
“Aku berbeda dunia dengan anak-anak itu.”
Jawaban aneh. Pikir guru itu.
“Dunia seperti apa, dunia kamu?”
“Maaf. Kamu bukan diary aku.”
Pertanyaan seperti apa lagi supaya aku tahu kehidupan seperti apa kehidupan Memi di luar sana.
“Ada yang membuat kamu iri? Siapa?”
“Ada. Kak Rolt. Ia pintar dan sempurna.”
“Apa gara-gara kakakmu itu—terjadi diskriminasi di rumah?”
Untuk kedua kalinya Memi menggebrak meja Bu Libby. Kini ia benar-benar marah. Ia sampai berdiri spontan sembari menatap guru itu dengan tatapan benci dan marah. Bu Libby memandangi gadis berambut kriwil-kriwil itu dengan tatapan seram.
Sungguh Bu Libby takut di pukuli Memi yang amat kasar itu. Memi pernah melawan kakak kelasnya kelas IX—namun kakak kelasnya itu kalah sama cewek.
“Ooh.. rupanya guru bimbingan konseling di Jasmine Junior High School itu mau memiliki dua profesi ya? Disamping jadi guru BP juga jadi jalur curhat seperti di radio-radio itu? Kau perlu tau—guru sok tahu—sekeras apapun usahamu untuk tahu dunia apa yang dimiliki oleh seorang Memi—aku mau memberi tahu—kau nggak akan tahu sampai kapanpun. Membayangkannya pun—aku sangsi kau bisa melakukannya..”
Penyataan Memi menancap dengan tajam di ulu hati guru itu. Ia angkat tangan hari dan berkata.
“Berikan surat ini untuk ibumu.” Bu Libby menghela napas ia merasa ruangan itu tiba-tiba panas, seakan AC ruangan itu mati mendadak. Tapi, ternyata ada yang lebih panas dari sengatan matahari—yakni omongan kejam Memi.
Mata Memi melotot.
“Hah??! Baru tiga hari yang lalu ibuku datang ke sekolah menemuimu. Sekarang ia harus datang lagi?”
“Iya. Besok pukul sepuluh. Baru tiga hari yang lalu kau membuat masalah—sekarang sudah ada masalah baru.”
“Aku harus bilang apa ke mamaku..” Muka Memi terlihat lebih jelek karena masam.
“Itu urusanmu—nona muda. Masuklah ke kelas. Aku masih banyak pekerjaan dan masih banyak manusia sejenis denganmu yang masih bisa kuajak bicara.”
Akhirnya Memi dengan nada kesal kembali ke kelas dan di tangga menuju ruangan kelasnya—ia membuang kertas yang baginya hanya seonggok sampah itu.
Makan malam di rumah Memi. Memi makan malam bersama mama dan kak Rolt. Kakaknya yang sudah duduk di kelas XII IPA Jasmine High School—yang bagi Memi, Rolt amatlah sangat sempurna—tampan, jenius, dan memiliki apa saja yang tidak dimilikinya. Rolt selalu mengikuti olimpiade sains, piala-piala berderet miliknya, dan ia sudah diterima PMDK kedokteran UI.
“Gue dengar dari Pinka, hari ini lo masuk ruang BP lagi..?” Tanya Rolt. Dia sebenarnya kakak yang baik. Tidak sombong. Dan penyayang.
“Memi, mama sudah tidak punya muka ke sekolahan kamu lagi.”
“Mama tidak sampai dipanggil kok. Sudahlah. Rolt, stop memata-mati gue!” omel Memi. Setelah itu tidak ada pembicaraan ditengah-tengah makan malam itu.
*******
Rolt tiba-tiba muncul di dapur dan mengambil susu di kulkas serta meminumnya. Hal itu sangat mengagetkan Memi. Memi terpaksa bersembunyi dibalik kursi meja dapur.
Rolt berkata dalam hati.
“Looh, tadi gue lihat banyak makanan di kulkas, spageti, makanan kaleng, makanan ringan, banyak soft drink.. tapi kemana sekarang. Dan yang pasti gue lihat itu Memi. Apa mungkin Memi memakan makanan sebanyak itu. Ooh.. mungkin Memi lapar malam-malam begini.” Rolt dengan nada pura-pura tidak tahu meninggalkan dapur. Padahal ia sangat tahu adiknya bersembunyi di balik kursi.
Kala itu pukul dua belas malam. Memi keluar dari persembunyiaannya. Mungkinkah, selain hobi berulah Memi juga seorang pencuri? Dan perlu digaris bawahi—ini bukan kali pertama makanan dirumah ini hilang mendadak.
Memi memutuskan tidak akan memberitahu ibunya tentang surat panggilan itu. Jadi, bu Libby terpaksa menskorsing Memi tiga hari dimulai hari ini. Tentu saja Rolt mengetahui segala tingkah laku adiknya dari Pinka, teman sebangku Memi yang juga bingung dengan segala keanehan pada Memi. Tapi, Rolt sama sekali tidak memberitahu mamanya tentang skorsing itu.
Entah apa tujuan Rolt.
Yang jelas, skorsing Memi selama tiga hari itu, Memi tetap mengaku berangkat sekolah seperti biasa. Tapi—tidak ada yang tahu kemana Memi pergi.
“Pinka, Memi benar-benar diskorsing`kan?” Tanya Rolt menghampiri kelas adiknya.
“Iya, kak Rolt. Memi nggak cerita?”
“Sama sekali nggak. Bahkan, hari ini dia berangkat sekolah bareng gue.” “Apa?!” obrolan mereka terpotong dengan bel tanda masuk.
*******
Di lain tempat, tempat berjualan burger, bernama Nano Buddy Café, Memi malah justru sedang berjualan makanan. Sama sekali nggak ngerti maksud dari trouble maker itu. Saat-saat dia diskorsing, dia justru di lain tempat bukan di rumah untuk memikirkan tindakannya. Benar-benar aneh.
Memi sedang berjualan dengan dua teman lak-lakinya. Bukan teman SMA-nya. Karena tampang-tampang dua laki-laki itu tampang-tampang preman. Tapi, tampang preman yang baik-baik.
“Loki, dua burger keju, cokelat ukuran large, yah..” Loki segera memasak yang diminta oleh Memi. Memi bertugas menulis pesanan, memberikan makanan dan juga sebagai kasir juga. Dua temannya yang memasak.
Hingga pukul tiga sore, pekerjaan Memi, Loki dan Pandu seperti itu. Setelah itu,
“Memi, mending lo pulang. Udah jam tiga. Nyokap lo bisa nyariin lo. Sama kakak lo yang sok perhatian bisa nyari lo. Dan gawat kalau ketahuan lo itu lagi diskorsing.” Saran Pandu.
“Ndu, kerjaan kita seharian ini cuma dapet dua ratus ribu. Sedang, kita butuh tujuh ratus ribu lagi untuk nutupin hutang anak-anak.” Kata Memi. Entah apa yang dimaksudkannya.
“Mem, gue sama Loki masih kerja di bar sampai malam, hari ini, semoga kita bisa cepat ngumpulin duit banyak-banyak. Biar masalah ini cepat kelar. Jadi, lo tenang aja ya..” kata Pandu menenangkan.
Memi mengangguk.
Loki dan Pandu menepuk pundak Memi.
“Kita jangan nyerah. Ini demi brome child.” Kata Loki. Disusul dengan teriakan yeah.. dari Memi dan Pandu, dan ketiga anak itu berpelukan hangat. Tidak lama, Memi berganti pakaian menjadi pakaian bebas serta berpamitan lalu pergi meninggalkan Nano Buddy Café.
Tujuan Memi ialah bukan rumahnya. Tapi, ia mencari lowongan part time di toko-toko makanan atau di toko buku. Hingga akhirnya dia diterima di sebuah kafe kecil menjual makanan ringan dan ice cream. Namanya Plaza Ez Krim. Dan dia yang melayani pembeli. Memi bertugas hari Senin, Rabu dan Sabtu. Setelah di terima di kafe es krim itu, Memi pulang kerumah.
Untungnya mamanya tidak tahu tentang skorsing itu. Rolt juga tidak tahu. Sepertinya dan semoga.
Tiga hari berikutnya, setelah masa-masa skorsing lewat, Memi berdiri di muka kamar Rolt.
“Kenapa, Mem? Ada urusan?” Tanya Rolt yang ternyata menyadari kehadiran adiknya. Karena sudah ketahuan, Memi kemudian masuk dan duduk dekat kakaknya yang sedang berhadapan dengan notebook.
“Rolt, gue lagi butuh banget duit. Dan jumlahnya nggak sedikit.”
Rolt diam sebentar tanpa mengalihkan pandangannya dari notebook.
“Ya jelasin aja dengan baik-baik ke mama. Mama pasti ngasih kalau alasannya jelas.” Kata Rolt. “Masalahnya, tiap gue nyoba ngomong sama nyokap adanya gue nggak bisa ngomong dengan baik-baik.” Kali ini Memi memutar kursi tempat duduk Rolt, sehingga Rolt melihat wajah adiknya.
Dua kakak beradik itu terdiam. Padahal sudah saling pandang.
“Jadi—Rolt, bisa pinjami uang?” akhirnya Memi memecah keheningan.
“Berapa?” Rolt memutar kembali kursinya dan melanjutkan tugasnya.
“tiga ratus ribu,” ujarnya cepat.
Rolt mendengus heran dan memandangi adiknya lalu berdiri dimuka adiknya.
“Sinting. Buat apa tiga ratus ribu?”
“Buat beli baju..” kata Memi ngeles. Bodohnya, alasannya itu tak masuk akal, mengingat dia seorang tomboy yang tidak pandai belanja.
“Wahaaa..aa..” tawa Rolt. Memi memukul dahinya dan dalam hati berkata, “Memi bodoh!” mana mungkin Rolt mau percaya coba.
“Kalau alasannya itu, mama pasti mau ngasih. Nggak usah minta gue.” Kata Rolt yang masih tertawa.
“Udahlah Rolt. Tapi, gue maunya minta sama lo.” Desak Memi.
“Gue kasih. Tapi, lo harus mau janji setelah beli baju itu, lo tunjukkin semua baju yang lo beli ke hadapan gue.” Memi terdiam. Mana mungkin dia dapat menunjukkan baju yang dibelinya. Sedang yang akan dia lakukan pada uang itu ialah untuk anak-anak brome.
“Gue nggak bisa.” Aku Memi.
“Gue kasih. Asal lo harus bertanggung jawab dengan uang ini. Dan jangan gunakan untuk beli barang-barang nggak penting.” Pesan Rolt.
“Iya, tuan sok tau!!” jawab Memi kesal.
Rolt mengeluarkan dompetnya dan mengambil tiga ratus ribu. Dan diberikan ke Memi. Memi langsung keluar kamar tanpa mengucapkan terima kasih. Rolt hanya bergeleng-geleng.
*******
Malam hari setelah meminta uang ke Rolt, seperti biasa, Memi mengambil seluruh makanan di kulkas dan membawanya. Lalu Memi keluar rumah lewat pintu belakang.
Dan ternyata ada yang melihat tingkah laku Memi yang keluar malam-malam begitu. Namun, orang tersebut tidak berbuat apa-apa justru kembali tidur.
Memi pergi ke sebuah tempat yang seperti rumah namun bukan rumah. Dindingnya dari kayu-kayu yang dipasang tak beraturan. Memi masuk ke rumah itu dan kemudian, secara spontan muncul puluhan anak-anak kecil usia 6-9 tahun memeluk kedatangan Memi.
Disitu juga ada Loki dan Pandu. Mereka semua makan makanan yang dibawa Memi.
*******
Seperti biasa, sepulang sekolah, Memi membantu Loki dan Pandu menjual makanan ringan seperti burger, hotdog, crepe dan lainnya. Semuanya itu dilakukan oleh Memi demi kelangsungan hidup anak-anak yang tadi malam memeluknya.
“Ini, gue beliin lima buku tulis sama pensil, Loki, lo hari ini nggak kerja di bar kan? Ajarin mereka nulis ya..” pesan Memi. Loki mengangguk.
Lalu datanglah lagi seorang pembeli. Dia mengenakan baju SMA dan berbicara dengan Memi untuk memesan dua hotdog ukuran medium. Serta milkshake special. Segera Memi meminta Loki memasaknya.
Biasanya, pembeli langsung duduk di tempat pembeli. Namun, pembeli itu justru asyik memandangi Memi.
Tapi Memi hanya diam saja.
Pandu yang menyadari keisengan pembeli itu segera mendatangi pria itu. Yang tidak beranjak dari tempat kasir.
“Maaf Mas, mbak ini nggak ada di daftar menu pesanan.”
Pemuda itu tersenyum.
“Nggak kok. Gue cuma mau kenalan.” Katanya pada Pandu dan memandangi Memi lagi. “Nama lo siapa, gue Hillan, anak SMA Tirtayana. Lo anak SMP Jasmine kan.” Kata pemuda yang sok kenal itu. Sekolah Tirtayana dengan sekolah Jasmine memang berdekatan.
“Iya.” Kata Memi yang nampaknya ia mulai tertarik dengan pria yang bernama Hillan itu. Pandu pun kembali melakukan pekerjaannya dan meninggalkan Memi dengan Hillan mengobrol.
Sepeninggal Hillan,
“Apa?? Hillan mau jadi bagian dari kita?” teriak Pandu. Memi, Pandu dan Loki mengobrol sebentar. Nano Buddy Café sudah tutup, dan mereka ngobrol di kios itu.
“Mau jadi bagian dari brome child??!” Tanya Loki nggak kalah kagetnya. “Inget, Mem, kita baru kenal Hillan semenit yang lalu.” Ujar Loki.
“Emang kenapa? Kita memang butuh tenaga seperti Hillan`kan untuk memenuhi semua keperluan brome child? Ingat, anak-anak yang kita asuh itu jumlahnya dua puluh. Apa Cuma dengan kita bertiga bisa memenuhi kebutuhan mereka yang semakin hari semakin banyak. Brome child butuh kita, butuh makan..” jelas Memi.
“Terus, Hillan akan melakukan apa untuk brome child?” Tanya Pandu yang nampaknya hatinya meluluh dengan penjelasan Memi barusan.
“Dia tetap Bantu kita di Nano Buddy Café, tapi, dia akan cari sumbangan-sumbangan untuk brome child.” Kata Memi. Namun, sepertinya Loki masih belum rela.
“Mem, Hillan tidak mengalami brome. Mana bisa dia merasakan apa yang kita rasakan..” bilah Loki.
“Loki—walau dia nggak mengalaminya, tapi dia bisa merasakan penderitaan brome child.”
“Mungkin perasaan Hillan itu hanya perasaan kasihan.” Kata Loki lagi, dan menambahkan, “Dan, gue punya perasaan nggak enak sama Hillan.”
“Emang dengan perasaan lo, lo bisa kasih makan tuh dua puluh anak?” kata Memi pedas. Dan cukup menyakiti hati Loki.
“Yang dibutuhkan brome child bukan uang aja. Tapi kasih sayang!” kata Loki dan kemudian meninggalkan Pandu dan Memi. Memi bergidik heran, dan menanyakan kenapa Loki seperti itu padanya.
“Mungkin, dia jealous kali.”
*******
Sebuah mobil sedan terparkir di rumah Memi. Bukan mobil milik Rolt. Tapi, milik Hillan. Ya, pemuda yang baru kenal Memi di Nano Buddy Café itu langsung bergerak cepat dan ingin mengenal Memi dengan lebih dekat. Memi sih, cuek aja, asal anak-anak brome dapat makan dan dapat keterampilan.
Hillan mengajak Memi ke restoran.
“Lan, lo baik banget sih, sama gue. Padahalkan gue orangnya sinis. Nggak ramah, tapi kenapa lo baik banget sama gue. Bahkan lo mau jadi partisipan brome child..?” Tanya Memi sambil meminum milkshake.
“Soalnya, gue tertarik sama cewe kayak lo. Cewe yang nggak memperdulikan dirinya, tapi memperdulikan orang lain. Lo hebat.” Puji Hillan.
“Ya. Karena gue sama-sama senasib dengan mereka. Gue ngalamin broken home (brome) saat gue usia enam tahun. Jadi gue tahu perasaan mereka. Apalagi, mereka miskin, jadi gue harus bantu anak-anak broken home (brome child) itu. ”
“Lo kenal Loki dan Pandu dimana?”
“Mereka tetangga gue. Mereka juga broken home, mereka juga miskin, Loki dan Pandu sudah merasakan susahnya mencari makan karena broken home, makanya Loki dan Pandu nggak mau anak-anak brome lain merasakan apa yang mereka rasakan.”
Dua orang itu kemudian terhanyut dalam kesedihan.
“Ya sudah, gue bantu sebisa gue untuk mencari donator tetap untuk anak-anak brome. Ngomong-ngomong, asal nama brome child dari mana?”
“Dari Loki. Brome child itu kepanjangan dari broken home child. Artinya, anak-anak yang merasakan broken home.” Jelas Memi.
“Lalu, yang mendirikan rumah penampungan itu siapa?”
“Ooh.. Rumah itu didirikan tahun lalu. Lo nggak tahu sih, perjuangan gue, Loki dan Pandu untuk mendirikan rumah itu.. Uangnya kita itu patungan, buat beli tanah sepetak, itu juga nyicil. Kita pinjam sana-sini, tapi susah, kami nggak dipercaya sama orang-orang karena waktu itu aja gue masih kelas 1 SMP. Loki dan Pandu juga bukan lulusan SMA. Tapi kami berhasil beli tanah. Waktu itu, gue sampe terpaksa nyuri duit nyokap gue dua ratus ribu, untuk DP.””
“Ya ampun. Lalu..?” Hillan tidak sabar untuk mendengarkan kelanjutannya.
“Sampai sekarang, kami masih punya hutang sejuta pada si pemilik tanah.”
“Yang bikin rumah siapa?”
“Ya gue, Loki, Pandu sama anak-anak.”
“Ada berapa anak-anak dirumah brome child? Sebutin dun.”
“Ada delapan belas. Cowok 12, cewek 6. yang cowok Aldi, Bery, Bonang, Chepy, Ahong, Rudi, Egi, Sem, Turi, Yogi, Riko dan Fajar. Yang cewek Bulan, Cheni, Wulan, Mai, Wieska, Poni, Voi dan Ane.” Kata Memi.
“Jadi kedelapan belas anak itu tinggal bareng Loki dan Pandu?” Memi mengangguk. “Kalau makanan kalian dapet dari mana?”
“Makan pagi, itu tugasnya Pandu sama Loki. Makan malam tugas gue. Gue kadang beli buat mereka, kadang gue nyuri dari kulkas rumah gue.” Hillan mengangguk paham.
“Ya udah. Daripada gue udah keburu nggak sabar, ayo kita ke rumah brome child. Kita bungkusin makanan untuk mereka ya,” ajak Hillan yang emang tajir itu. Memi mengangguk mengerti. Dia bernapas lega, anak-anak nggak akan kelaparan hari ini dan nggak perlu menunggu jam 12 malam untuk makan malam. Habis, Memi hanya bisa mencuri makanan kalau semua orang dirumahnya sudah tidur.
Hillan mengemudikan mobilnya dan menuju rumah brome child.
*******
Hari ini hari pertama Hillan bekerja di Nano Buddy Café. Café semakin ramai karena pengunjung yang kebanyakan wanita itu, kesengsem dengan Hillan yang cakep itu. Heran juga sih, Hillan yang tajir itu masa` mau kerja cuma di café kecil begitu. Tapi—orang-orang berpikir bahwa mungkin pria tampan itu ingin merakyat.
Tapi, tetap, Loki tidak menyukai gelagat Hillan.
Setelah jam empat, Nano Buddy Café tutup, Memi masih ada kerja part time di Plasa Ez Krim. Loki melanjutkan kerja menjadi satpam di sebuah perusahaan swasta dan Pandu menjadi pelayan restoran di sebuah restoran swasta. Yang jelas, Loki, Pandu dan Memi bekerja 24 jam untuk membayar hutang itu. Tugas Hillan saat ini, mengajarkan Chepy dkk bagaimana caranya membuat sablon. Hillan yang menyediakan segala keperluan sablon itu. Hillan juga bertugas memberi mereka makan malam.
*******
Memi pulang malam hari ini. Tentu saja, dia bekerja lagi di Plasa Ez Krim hingga pukul delapan, setelah itu ia mampir ke brome child, barulah pulang. Sampai rumah, seperti biasa ada mama yang bawel.
“Kenapa sih, Mem, kamu pulang malam melulu?”
“Masih untung aku pulang.” Ujar Memi asal jawab.
“Mau jadi apa kamu, perempuan, masih bau kencur, masih SMP. Pulang malam, mau jadi perempuan nggak bener, Hah?” marah mama.
“Mungkin,” kata Memi dan ngeloyor pergi.
Setelah itu terdengar teriakan kencang menyebut nama Memi.
Dikamar Rolt, pemuda tampan, perfect itu sedang berbicara dengan seseorang di telpon,
“Apa?? Ternyata selama ini dia seperti itu..”
“Gue sama sekali nggak sangka, dia bakal berbuat sekonyol itu,”
“Ternyata, dia punya kehidupan lain di luar sana, makasih banget atas informasinya, besok, kita ketemuan di kafe Golsky dekat sekolah gue ya..”
*******
Sebulan telah berlalu, Hillan telah resmi menjadi anggota brome child. Hillan memang dikenal ramah, baik dan pekerja keras. Walau dia kaya bukan main, dia mau bekerja di Plasa Ez Krim di tempat yang sama dengan Memi. Mungkin, Hillan memang menyukai Memi.
Suatu hari, terdengar dering ponsel Memi, dari Pandu. Saat itu hari sudah malam, Memi sedang berada di rumah dan sedang belajar.
“Halo, apa`an, Ndu..?” Tanya Memi.
“Mem, gawat! Pak Jul yang galak itu bakal dateng ke rumah, tadi dia ngancem lewat Fajar. Katanya, kita harus bisa ngelunasin hutang kita yang sejuta itu sekarang ini juga. Kalau nggak, rumah kita bakal dibakar..” jelas Pandu panik.
“Apa??”
“Masalahnya, gue lagi nggak megang duit sekarang. Di gue cuma ada dua ratus ribu. Loki cuma megang duit seratus ribu. Lo tau sendiri, Hillan lagi keluar kota.”
“..terus..” terdengar suara Memi menggetir.
“Lo usahain dong, cari tujuh ratus ribu lagi..” hubungan telpon terputus. Memi menangis sedih. Dia nggak tahu harus berbuat apa. Rolt nggak mungkin ngasih pinjaman lagi, uang tiga ratus yang dipinjam Memi sebulan yang lalu belum juga dikembalikan. Masa sekarang mau pinjam lagi. Mana tujuh ratus ribu lagi.
Memi menangis. Dan memikirkan tindakan apa yang sebaiknya dilakukannya. Yang dipikirannya saat ini ialah, dia harus mendapatkan tujuh ratus ribu, dan rumah brome child tidak boleh dibakar.
Apapun akan dilakukannya.
Apapun akan dilakukan Memi.
Ya
Oleh Memi
Brome child harus tetap bertahan!!
Hingga akhirnya, Memi melakukan tindakan gila.
Ia mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke sebuah tas besar, termasuk seragamnya, semua buku-bukunya. Setelah itu, dia mengendap-endap memasuki kamar mamanya, yang kebetulan saat itu sedang tidak berada dirumah.
Ia melakukan sama seperti yang dilakukannya setahun yang lalu. Mencuri uang ibunya. Tapi, tahun lalu tidak sebanyak ini, dan tahun lalu tidak ketahuan.
Memi mengambil uang satu juta rupiah. Dalam hati ia berkata, “Maaf`in Memi, mama. Memi memang bukan anak baik.” Lalu Memi segera berlari keluar rumah. Sekarang, Rolt benar-benar tidak menyadari adiknya kabur dari rumah.
Tak lama, Memi sampai ke rumah brome child. Kedelapan belas anak-anak itu tersenyum bahagia ketika Memi datang, mereka sudah tenang. Lalu anak-anak makan dibawakan nasi bungkus oleh Loki, lalu disaat anak-anak makan, Loki, Pandu dan Memi melakukan pembicaraan rahasia.
“Darimana uang sebanyak itu?” Tanya Pandu.
“Gue terpaksa ngambil uang nyokap gue.” Aku Memi.
“Apa..? Memi! Lo sudah janji nggak akan melakukan itu lagi..” marah Loki. Memi segera membalas, “Mau bagaimana lagi.. Daripada rumah brome child dibakar, gue nggak rela. Mending gue yang menderita daripada mereka yang menderita.”
“Tapi, Mem, uang sejuta itu banyak, nyokap lo pasti sadar.” Kata Pandu sembari menghibur Memi dengan menaruh tangannya di bahu Memi.
“Gue tau nyokap pasti sadar, makanya gue bawa barang-barang gue. Gue mau kabur..”
“APAAAA??!!!”
*******
“Uang mama hilang!!!” teriak mama dirumah.
Rolt segera mendatangi kamar mamanya untuk melihat apa yang terjadi. Mama segera menceritakan tentang uangnya yang hilang, yang berjumlah satu juta.
Rolt pun langsung menuju kamar adiknya.
Yang ternyata sudah nggak ada dikamarnya.
Buku-buku pelajarannya juga sudah menghilang termasuk baju-bajunya. Rolt berkesimpulan Memi lah yang mengambil uang mamanya. Mamanya geleng-geleng kepala karena itu. Tetapi Rolt berjanji, ia akan membawa kembali adiknya secepatnya.
Mama pun percaya pada anak sulungnya itu.
*******
“Memi masuk hari ini..?” terdengar suara Rolt dibalik ponsel Pinka.
“Iya kok, Kak. Memangnya kakak nggak ketemu Memi dirumah?”
“Em.. Nggak juga sih. Ya sudah deh.. Selamat belajar, ya, Pinka..”
Dua hari telah berlalu, Memi selalu berhati-hati kalau sedang disekolah. Takut, kakaknya mengintainya. Kak Rolt emang rese, mau ikut campur urusan orang. Maka, sepulang sekolah Memi langsung menuju rumah brome child atau ke Nano Buddy Café untuk membantu Loki dan Pandu berjualan burger.
Hari ini Hillan sudah pulang dari Surabaya. Sejak tiga hari yang lalu, Hillan memang sedang study tour ke Surabaya. Lalu, Hillan mendengar tentang ide gila Memi yang kabur dari rumahnya.
“Lo itu terpelajar nggak sih, Mem..?” omel Hillan.
“Lo nggak sedang berada di posisi gue, Hillan. Gue waktu itu panik banget, dan memang satu-satunya cara untuk ngamanin anak-anak brome child dan untuk membayar semua hutang kita itu, ya, dengan cara begitu.” belanya.
“Lo mungkin udah ngamanin anak-anak brome child. Tapi lo nggak ngamanin diri lo.”
“BIARIN…!!” teriak Memi marah.
Kemudian Hillan meminta maaf karena berkata kasar pada Memi. “Gue tau perasaan lo, Mem..” Hillan kemudian memegang kedua tangan Memi. Loki yang dari jauh melihatnya jadi kesal dibuatnya. “Tapi, gimana hubungan lo sama mama dan kakak lo. Mereka tetap keluarga lo. Sekarang pasti mereka mencari lo.” Kata Hillan.
“Ayo, gue antar pulang,” ajak Hillan.
Memi menggeleng dan melepas pegangan tanga Hillan.
“Gue akan pulang kalau gue sudah bisa membayar hutang gue ke mama dan ke kak Rolt.” Memi menolaknya.
“Gue yang bayar sejuta tiga ratus ribu itu.”
“Gue nggak mau.” Memi menolak lagi. Karena sifat keras Memi, Hillan kapok dan tidak membicarakan hal itu lagi.
Selama Memi kabur, dia adanya bahagia terus. Dia dikelilingi anak-anak baik, Chepy dkk sudah bisa mencari uang dengan usaha sablon. Anak-anak lain ada yang berjualan Koran, bekerja di kedai kopi, ada yang menjadi pemulung bekas-bekas botol plastik untuk di daur ulang, daur ulangnya menjadi vas bunga yang cantik-cantik, banyak deh. Memi bahagia tinggal disana, walau hanya tinggal di bilik kayu reot.
*******
Keesokan harinya, “Rolt, Mama sudah nggak tahan. Mama harus bertemu Memi sekarang juga.” Kata mama. “Mama nggak apa-apa kalau Memi mengambil uang mama, asal mama bisa bertemu dengan adikmu.”
Rolt awalnya tidak mau, tetapi, terpaksa ia setuju.
Sore harinya, Rolt memanggil Hillan yang ternyata sahabat Rolt, yang memang sengaja disuruh Rolt untuk memata-matai adiknya. Apa saja yang dilakukan oleh Memi sepulang sekolah, sebab Memi selalu pulang malam. Rolt khawatir, adiknya menggunakan uang pinjaman darinya untuk membeli narkoba. Maka ia meminta tolong Hillan untuk menjadi bagian dari anak-anak itu.
Maka, Hillan menceritakan apa yang sebenarnya selama ini dilakukan oleh Memi, Memi selama ini membuat perkumpulan anak-anak kurang beruntung, yang mengalami broken home, dan dibantu dua sahabatnya, Memi membangun rumah walau dengan kayu untuk tempat tinggal anak-anak itu.
Hillan juga bercerita bahwa, Memi selama ini bekerja di dua tempat sekaligus, di Nano Buddy Café dan di Plasa Ez Krim untuk memberi anak-anak brome makan. Tidak lupa, Hillan menceritakan Memi mencuri makanan tiap malam untuk anak-anak asuhnya.
Yang paling penting, Memi mencuri uang sejuta untuk membayar hutang.
Semua sudah diberitahukan oleh Hillan. Kemudian menangislah mama di pundak Rolt. Ia benar-benar tidak sangka anak bungsunya yang biang masalah sejak mama bercerai dengan papa, dapat berbuat kasih seperti itu. Bahkan Memi mau berkorban demi anak-anak itu.
*******
Tentu saja, hari itu juga, mama minta diantar oleh Rolt dan Hillan ke sebuah tempat dimana selama ini Memi biasa bercokol, yakni di rumah brome child. Hillan pun bersedia mengantar.
Dan benar, tempat yang disebut dengan brome child itu tempat yang sangat tidak layak disebut rumah. Seperti kandang hewan.
Mama langsung masuk ke rumah yang terbuat dari kayu-kayu sederhana itu. Dan ia melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana Memi tertawa tanpa beban yang selama ini belum pernah dilihat olehnya. Memi sedang bermain gitar dengan anak-anak dengan dua teman prianya, Memi seperti punya keluarga sendiri.
Namun, itu justru mengaggetkan bagi Memi. Muncul dengan tiba-tiba mamanya, kakaknya dan ..Hillan..
Ternyata Hillan yang melaporkan ke mamanya bahwa Memi kabur ke brome child. Semua yang berada di rumah itu spontan terdiam.
Memi berdiri dengan tatapan ganas dan tiada ampun.
“..Hillan..! Dasar pengkhianat.. Gue benci sama lo…!” teriak Memi.
Loki dan Pandu juga ikut berdiri.
“Sudah ku duga, Hillan memang orang suruhan keluargamu, Memi.”
“Kak Rolt jahat.. Kak Rolt jahat..” tangis Memi.
Suasana menjadi amat tegang. Kemudian, melembut karena mama berkata dengan amat lembut, “Memi, kakakmu nggak jahat, kakakmu sangat baik dan perhatian, kakakmu mau kamu aman. Makanya dia mengirimkan Hillan untuk tahu apa kegiatanmu diluar…”
“Ya itu jahat. Kak Rolt emang tuan sok tahu. Mama pasti kesini untuk marahin Memi`kan karena Memi ngambil uang mama..?!” teriak Memi.
Mama menggeleng dan berkata dengan amat lembut,
“Mama sudah ngelupain uang sejuta itu. Mama tahu, uang itu kamu pakai untuk bayar hutang anak-anak brome child`kan.. Mama tahu, mama salah Memi. Kamu jadi nggak bahagia ini, karena kamu mengalami broken home karena mama, kamu lalu mencari kebahagiaan di tempat lain. Tapi, untunglah kamu dapat teman-teman baik seperti Pandu dan Loki.” Senyum mama sambil menatap Loki dan Pandu satu per satu.
“Mama nggak marah karena Memi ngambil uang..?”
Memi sudah tenang dan mendekati mamanya.
“Nggak sayang. Mama justru akan marah kalau kamu nggak pulang kerumah. Mama justru mama bangga, kamu sekecil ini bisa memberi makan delapan belas anak-anak. Kamu sudah dewasa, Nak..” Mama untuk pertama kalinya, sejak lima tahun terakhir, mama mengelus-elus wajah anak bungsunya.
Lalu, mama dan Memi berpelukkan.
Anak-anak riuh karenanya. Dan menepuki mereka. Kak Rolt juga ikut memeluk mama dan adiknya.
“Maafin mama, Memi. Karena nggak pernah dengerin omongan kamu..” kak Rolt, Hillan, Loki dan Pandu berbaur menjadi satu. Rolt berterima kasih pada Loki dan Pandu yang telah menjaga Memi dan menjadikan Memi dewasa. Loki pun meminta maaf pada Hillan yang sudah bernegatif thingking padanya.
“Tenang, anak-anak akan mama perlihara.”
“Makasih, Ma..” kedelapan belas anak itu serentak memeluk mama.
“Kalian panggil tante mama, ya..” katanya. IYAAA….
“Baguslah, mulai dari sekarang, sudah nggak ada lagi pencuri makanan…” WAHAHAHAHAHAHAAAAAA…
TAMAT
Sabtu, 29 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar