Sabtu, 29 Agustus 2009

persetan dengan semua

Persetan dengan Semua


Oh,ini toh kelas baru gue? Anaknya rame gak ya?Pikir Violine Aeris yang baru pindah ke SMU Yoakim. Kemudian bapak tua—beliau Kepala sekolah,mengajak Vio—panggilan akrabnya—untuk masuk kelas. Dia mulai memperkenalkan Vio ke depan kelas.
“Mohon perhatiannya anak-anak! Maaf mengganggu Bu Sarah,” Guru cantik itu tersenyum manis. “bapak akan mengenalkan teman baru kalian Pindahan Bandung. Namanya Violine,” Semua anak bertatap takjub,cakep abis. Bapak itu permisi keluar. Violine mendekat Gurunya. “Ayo Violine silahkan perkenalkan perkenalkan diri....” suruhnya. Violine sedikit gugup. Dengan berat dia tersenyum kecil.
“Nama saya Violine Aeris. Kalian dapat panggil saya Vio atau Violine. Saya pindahan dari SMU 7 Bandung.” Vio tersenyum. Bu Sarah kemudian berkata, “Baik.Untuk sementara kamu duduk di sebelah Guntara,yang duduk didekat jendela pojok sana. Ibu bukan walikelas kamu,nanti konfirmasi saja dengan Pak Idris.” Vio tersenyum kemudian berjalan seperti robot ke tempat yang ditunjukkan Bu Sarah. Anak baru selalu jadi pusat perhatian. Vio jadi gugup sendiri.
Dia udah berhasil duduk. Dan disebelahnya ada cowo yang kalo gak salah namanya Guntara,cowo itu diam aja. Dan gak menatap wajah anak baru,sedari Vio masuk. Vio jadi gerah sendiri. Bete,kok dia gak ngajak ngobrol gue? Cowo itu terus menatap mejanya. Padahal gak ada buku satu pun. Bu Sarah permisi sebentar karena dipanggil guru lain. Anak-anak pada kenalan sama Vio. Kecuali mahluk di sebelahnya.
“Vio ya,nama yang baguus. Gue Imel,dia Esha.Salam kenal ya!” kata dua cewe cowo yang ada didepan meja Vio dan Guntara. “Gue Sasha..” kata cewe sipit yang ada dimeja sebrang. “Kalo gue Gilang.. cowo beken sesekolah’an..” kata cowo samping Sasha yang emang cakep tapi narsis banget deh tampangnya. Tapi lucu kok. “Gilang!!! Gue bilangin Nella lho! Udah punya cewe,masih ganjen. Eh Vio, gak usah denger ni orang,dia udah punya cewe. Kembaran gue,Nella kelas 3IPS1. Gue Cella.” Vio tertawa. Sebagian besar anak dikelas itu sudah masuk ke memory Vio. Bahkan sebelum jam istirahat berbunyi. Tapi sampe jam istirahat,cowo yang namanya Guntara itu belum mengajaknya ngomong.
Tampangnya itu lho, astaganaga. Serem banget. Kayak Killer abis. Tatapan matanya tajem. Mukanya gak pernah tersenyum. Bukan hanya kepada Vio—juga pada anak lain. Padahal untuk ukuran anak cowo—keren abis. Tinggi,macho,kekar lagi. Otot-ototnya udah kebentuk. Gak kelihatan kayak anak 3 SMU deh. Tapi sayang,kayaknya temperamennya tinggi. Terlihat dari raut mukanya. Dan kayaknya gak segan bunuh semua orang.
“Gil, cowo yang disamping gue itu Guntara’kan?” Tanya Vio pada Gilang ketika istirahat. “Iya,dia nyeremin ya? Udah cuekin aja. Dia rada ngga jelas. Gak bisa komunikasi sama orang laen. Udah ya,gue mau ke kelas cewe gue dulu.” Gilang pun pergi. Emang sejahat apa sih, Guntara? Jadi penasaran.


Bangsat, kenapa gue pake duduk sama Vio. Pikir Guntara sambil terus memandang meja—yang kosong itu. Tanpa alasan yang jelas dia menggebrak meja dengan kepalan tangannya.Hingga merah,seluruh anak yang ada dikelas itu menatap ngeri pemandangan itu tanpa ada yang berani berkomentar atau setidaknya menghampiri lalu menanyakan pada Gun—panggilannya, apa yang terjadi.
Mereka hanya menyimpan itu didalam hati. Takut berurusan dengan Guntara. Termasuk seluruh cowo. Paling mereka cuma basa-basi sama Guntara, kalo lagi mood ya.. di bales. Kalo sifat anehnya kumat, ya bakal kena abis-abisan semua orang yang ngajak ngomong dia. Pokoknya serba salah deh.
Padahal Guntara baik kok.
Vio udah selesai jajan.Dia sendiri tanpa temannya.Kemudian dia duduk di tempatnya tanpa rasa salah. Emang itu tempatnya jadi buat apa takut sama Guntara. Guntara doang.Emang dia pikir siapa dia?Raja?Dia makan beberapa makanan ringan tanpa ngajak ngobrol Guntara, ngapain. Guntaranya duluan yang jutek,Vio jadi ogah nyapa.
Pulpen Vio jatuh,lalu Vio membungkuk ke bawah untuk memungut benda itu,tanpa sengaja dia menyenggol tangan Gun.Tangan.Ya tangan.Cuma sebatas tangan.Gak lebih. Vio juga ngerasa dia gak sengaja nyenggol Guntara, tapi dia sama sekali gak sangka perbuatan apa yang dilakukan oleh Guntara selanjutnya.
Berdiri penuh amarah,serta geraham beradu. Melototi anak cewe yang ‘gak sengaja’ Pegang tangannya. Vio yang berhasil memungut pulpennya,mata cokelatnya mengamati dengan cermat kenapa Guntara berdiri sambil melotot, apa dirinya membuat kesalahan yang lebih fatal dari menyenggol tangan Guntara.
“Ada apa Gun?” Vio bertanya lugu. Gak ngerti apa yang sebenernya terjadi.
“Lo itu bego, tolol atau goblok sih? Udah tau salah sok pura-pura gak tau lagi..” Guntara bertanya dengan volume yang sumpah gila banget. Anak-anak mengamatinya. Wah satu lagi korban keganasan Guntara. Anak baru lagi.Kan kasihan.
“Guntara!! Kalo ngomong sama gue ngga usah teriak-teriak. Gue denger.Gue belom budek. Gue ngga ngerasa salah apa-apa sama lo. Salah gue itu cuma gak sengaja nyenggol lo.Itu doang. Gak lebih!!” anak baru itu bisa bales juga.Dia merasa harga dirinya diinjak. Mata Guntara semakin beringas.
“Ya itu kesalahan lo. Lo masih gak nyadar juga?” Vio berdiri beberapa centi dari Gun dengan tangan di pinggang,dan membalas melototi Gilang,juga menampakkan muka amat marah. Lalu dia menjawab. “Jadi,Cuma gara-gara gue nyenggol lo,lo jadi semarah ini. Itu sepele,Gun. Sepele. Gak usah dibesar-besarin!!!”
“Cewek nyolot..” Guntara meninju kecil dengan kepalannya ke bahu Vio. Vio kaget banget diperlakukan begitu. Apa lagi setelah itu Gun seenaknya ngeloyor pergi dan sepertinya dengan sengaja menyenggol pundak Vio dengan badan besarnya.
Vio masih ngga percaya akan perlakuan teman sebangkunya itu. Setelah Guntara keluar,anak-anak cewe dikelas itu menghampiri Vio—mereka merasa kasihan.Vio terduduk lemas. “Udahlah,Vio. Jang an sedih. Gun emang kayak gitu.” Hibur cewe bernama Ria. “Lagian si Guntara lo ladenin. Kalah body lo sama dia. Harusnya kalo si Guntara lagi kumat lo diemin aja, walo lo dicaci maki habis-habisan, emang gak enak sih tapi mau gimana—“ ujar Vannesa.
“Si Guntara anaknya tertutup. Dia gak mau terbuka—sama cowo sekali pun” kata Gilang. Vio masih shock. “Entah berapa cewe yang udah kena tampar dia.” Sasha yang ada diantara kerimunan anak itu menyela. “Iya,gue salah satunya. Waktu MOS kelas 1 dulu,gue cuma nabrak dia. Terus gue ditampar..sayangnya gue gak berani bales kayak lo.. lo tuh berani abis deh..salut gue!” kata seorang cewe yang bernama Chily.
“Elonya juga,ngajak adu bacot Guntara. Terang aja lo dila- brak,udah gitu di tampar lagi.” Kata Risa. Chily yang pernah ngerasain tangan Guntara diam aja. “Temperamen dia gede. Lo jangan ajak dia becanda,bisa-bisa dia ngamuk. Dia gak enak diajak becanda. Dia terlalu serius.” Begitulah kata-kata semua anak yang udah kenal Guntara sedari kelas 1, pendapat mereka sama. GUNTARA ITU BETEIN.


Udah dapet perlakuan begitu dihari pertamanya sekolah,Violine bete sama kota baru itu. Dia cerita pada kakak perempuannya—Pianny. “Aduh kasihan adikku. Punya temen sebangku kayak gitu. Gue saranin lo deketin orang yang paling akrab sama Guntara. Mungkin lo jadi tau kenapa tu cowo jadi sadis kayak maling gitu.”
“Maling? Siapa bilang dia maling.. Ide lo tu bagus. Tapi setahu gue ngga ada yang deket apalagi tau banyak tentang Guntara. Tapi gue coba deh,thanks ya!!” Pianny tersenyum. Nama Pianny berasal dari Piano,sedang Violine dari alat music Violin. Vio yang mendengar saran kakaknya—jadi punya ide. Mungkin juga cara itu berhasil meluluhkan Guntara.Pasti keren,dia bisa bikin Guntara berubah.
Gak ada salahnya juga kenal sama tetangga. Itu yang membuat Violine meminta ijin pada ibunya agar diperbolehkan main keluar rumah. Ibunya tidak melarang. Anak bontot dari tiga bersaudara itu berjalan kaki mengelilingi komplek barunya. Hingga ada seorang cowo yang memanggil.
“Vio..Vio..sini deh,” panggil cowo itu. Vio melirik cowo itu,cowo itu teman sekelasnya namun dia belom sempet kenalan .Vio akhirnya mendekati anak itu. “Hai,kayaknya kita belom sempet kenalan tadi pagi,gue Jerry. Gue yang duduk sebelahnya Sasha.” Cowo yang gak terlalu tinggi itu memperkenalkan diri.
“Ooh,Jerry. Rumah lo disini? Rumah gue satu blok dari sini. Jalan Harmony no 38B.” kata Violine. “Ooh, jalan Harmony. Baru tau gue rumah lo disitu, sebelom lo nempatin rumah itu, gue kenal sama yang punya.Dia sepupunya Bu Sarah.” Vio Cuma mengangguk
“Maen ke rumah gue aja Yuk! Entar gue kenalin sama tetangga laen.” Maka sedari itu Violine mengikuti jalannya Jerry. Mereka ngobrolin banyak hal dari sekolah hingga komplek mereka. Jerry menunjukkan rumahnya yang gak terlalu jauh dari rumah Vio. Cukup besar, Vio dipersilahkan masuk.
Rumahnya bersih sekali apalagi tamannya, amat terawat. Ada perempuan yang kayaknya sodara Jerry. “Jer,Gugun ada di ruang teve. Dia nyariin elo,eh ada temen lo ya!! Tuh ada kue cokelat di kulkas. Kasih gih! Gue berangkat les dulu ya!” cewe yang kalah tinggi sama Vio itu pergi. “Itu siapa lo,Jer?” Tanya Vio lalu duduk diruang tamu.
“Dia Jennica kembaran gue.”
“Dia gak sekelas ya,sama kita?”
“Ya ngga lah,orang dia beda sekolah. Dia di SMU Vascaline. Eh tunggu bentar ya,gue mau keatas sebentar, Sambil gue mau ngambil makanan untuk lo.” Jerry pun seketika pergi. Namun tak lama berselang Jerry udah balik—dengan nampan penuh makanan. Makanan itu dinikmati oleh mereka berdua sambil ngobrol.Kemudian dari arah tangga ada suara yang terdengar berat.
“Jer,lo punya DVD Bangsal 13 kan?” Oh God! Itu Guntara
Cowo yang tadi siang berlaku gak sopan sama Vio. Guntara mengamati ada Jerry serta,serta,Oh No! Anak baru itu, siapa tuh..yang namanya aneh. Violine.
“Guntara?” Vio gak percaya penglihatannya.
“Ngapain lo disini?!!” teriaknya di depan Vio. Jerry yang tau
betul watak Guntara segera menengahi pertikaian itu.
“Udah udah,Guntara! Lo ini galak banget sih sama cewe. Dia kan yang duduk disamping lo. Jangan teriak-teriak gitu deh,”
“Jer,kok dia bisa tau rumah lo?” tanya Guntara pada Jerry.
“Sory aja ya! Kalo gue ganggu lo.Gue juga gak tau kenapa lo ada didepan gue. Gue juga baru tau kalo Jerry itu tetangga gue.” Bentak Vio sambil terus melotot.
“Maaf,gue ngga ngajak ngomong situ..” Kemudian Guntara naik ke lantai atas lagi,dengan tatapan yang sama seperti ketika mereka pertama bertemu.
“Sory ya,lo tau sendiri Guntara...”
“Guntara lagi main ke rumah lo?” Vio kembali tenang.
“Guntara itu sepupu gue.Dia tinggal disini bareng bonyok gue.Bonyok Guntara udah meninggal.Ayahnya meninggal waktu dia belum dilahirin.Nah nyokapnya meninggal waktu ngelahirin dia.Terus dia dirawat sama bonyok gue.Orang hari lahir Guntara bareng sama hari lahir gue sama Jennica.” Terangnya.
Iih,gak nyangka banget deh.Dalam benak Vio,mungkin Guntara itu anak orang kaya sampe dia sering marah-marah sama semua orang karena terbiasa dengan semua pembokat bayaran bokapnya. Tau-taunya, Guntara itu ngga punya bonyok. Mungkin itu yang menyebabkan dia rendah diri.
“Udah dari dulu ya,Guntara sering marah-marah?” Jerry menggeleng,
“Gue ngga tau.Walau udah 18 tahun serumah sama dia,ngga ada orang dirumah ini yang bisa nebak kayak apa Gugun itu.Termasuk gue.”
“Gugun?Ooh. Apa ada kemungkinan Guntara itu kurang perhatian bonyoknya. Karena dari dulu cuma dibesarin sama oom dan tantenya?”
“Bonyok gue udah ngasih perhatian ekstra sama dia. Tapi tetep aja,dia sering marah sama semua orang yang ingin berbaik hati sama dia. Katanya dia ngga mau dikasihani. Padahal semua orang tulus kasih perhatian sama dia. Dia gak mudah percaya orang. Gue selalu jaga perasaan dia. Jadi gue ngga pernah ikut campur segala urusannya. Daripada entar dia udah gak percaya sama gue. Bisa berabe urusannya.” Vio pamit pulang, perasaan aneh berkecamuk dalam pikirannya. Guntara itu aneh!!!


“Sekali lagi lo ngomong lagi,lo bakal kena tampar gue!” Sinting, masih pagi juga kenapa Guntara cari masalah sama sekretaris OSIS 3, Lovy.
“Ngga bisa apa lo gak kasar sama cewe. Gue ini beda kelamin sama lo. Jadi jangan perlakukan gue seperti lo memperlakukan cowok, NGERTI?” entah apa yang mereka pertengkarkan. Vio muncul dari kerumunan orang di mejanya.
“Heh! Masih pagi, gak bisa tenang apa?” tengahnya.
“Gak usah ikut campur, parasit!!” baru sekali ini dalam hidup Vio dirinya dipanggil parasit. Seolah kehadirannya hanya menggang- gu orang-orang disekitarnya.Mendengar julukan barunya yang dibe rikan oleh Gugun, dia segera berontak. “Soalnya kalo elo punya masa lah lo selalu beresin dengan otot lo. Bukan dengan otak. Itu yang buat masalah kecil jadi masalah yang lebih besar, Guntara! Elo udah kelas 3 lo harusnya lebih dewasa sedikit aja.”
“Tuh denger, anak baru aja bisa ngomong gitu.” Lovy sedikit ringan dirinya dibela namun anak-anak cowo lain seolah enggan untuk ikut campur.
“Gun,emang, what’s happening?” tanya Vio dengan sabar.
“Apa elo nggak pernah diajarin sama bonyok lo untuk nggak ikut campur dengan urusan orang lain,hah?” seperti kejadian kemarin,Guntara menepuk pundak Vio dengan kepalan tangannya. Emang ngga terlalu sakit sih,tapi yang sakit dihati Vio.
“Gue sama sekali nggak mau tau urusan lo sama siapa pun. Itu urusan lo!! Tapi gue cuma mau ingetin nggak semua masalah dapat lo selesai’in dengan kekerasan. Gue tau kenyataan kalo elo sebe nernya kurang dapat perhatian dari sekeliling lo.”
Gugun terdiam. Pasti Jerry udah bicara banyak sama setan kecil ini.Kalo nggak dibentak bisa-bisa dia ember kemana aja.
“Eh anak baru,tau apa lo tentang gue?!! Lo pikir elo itu siapa, DEWA???” tantang Guntara dengan senyum meremehkan.
“Masalah terbesar dalam diri elo itu, lo nggak bisa percaya sama setiap orang. Lo selalu berpikir semua sama, mereka cuma perduli urusan mereka masing-masing. Padahal, Gun, kalo lo lebih membuka mata lo, lo bakal tau semua orang disekeliling lo sayang sama lo walau lo selalu kasar disetiap tindakan lo. Mereka cuma takut kalo lo bakal nampar ato melakukan hal yang lebih gila lagi.”
Semua anak dikelas itu takjub terpana mendengar sebuah syair puisi yang baru dilontarkan oleh anak baru itu. Seumur hidup gak ada yang berani ngomong gitu ke Gun. Namun ditengah kerter panaan, Guntara justru tertawa sekeras-kerasnya.
“Anak kecil, lo itu yang selalu menutup mata lo. Lo harus liat,dunia ini kejam. Gak ada seorang pun didunia yang dapat kita percaya. Kalo mereka bertindak baik, mereka pasti ada perlunya dengan kita. Giliran gak butuh,di buang gitu aja kayak sampah. MUNAFIK!!!” kala itu mata Gugun menunjukkan penuh kebencian. Itukah yang selama ini ada dipikiran Gugun. Sungguh pikiran yang amat bodoh.
“Gun,gue kasih tau aja. Kalo lo tetap berpikiran begitu sampe lo dewasa,lo gak bakal maju. Dan lo makin memperbodoh diri lo. Gak semua orang munafik. Semua orang memang memiliki sisi kemunafikkan. Tapi gak bakal setiap waktu. Coba deh, lo membuka diri lo, biarkan semua orang tau kayak apa seorang Guntara itu. Pasti mereka bakal ngertiin lo.” Guntara terdiam. Duduk. Pada bangkunya. Lovy udah kabur entah kemana.
“Vi,apa bener semua omongan lo?” baru kali ini Violine melihat sisi lain Guntara. Vio mengangguk.
“Asal lo cerita sama gue lo mau temen kayak apa? Semua tersedia disini mulai dari Jerry Jennica—sepupu lo. Juga gue,Gilang, Sasha, dan juga semua orang yang udah lo tampar. Mereka selama ini gak berani ngomong kayak gini takut lo temperamen terus bakal— yah lo tau sendiri.” Vio tersenyum dan duduk disamping Gugun—tanpa ada rasa was-was sedikit pun.
“Selama ini,gue terlahir gak bisa percaya sama orang. Gue gak tau sama yang rasanya disayangi ortu. Ortu gue udah pada meninggal—“ Vio memotong. “Tapi bukan gak mungkin lo bisa percaya sama orang kan?”
“Iya..mulai saat ini gue bakal mencoba percaya sama orang lain. Thanks ya,Vi.. lo buka hati gue..” Violine Aeris tersenyum lebar. Artinya dia mudah menaklukan cowo dengan syair puisi buatannya. Semua orang yang udah kenal Gugun lama aja nggak bisa bikin Gugun berubah, dan artinya dia menang 250.000 dari kakaknya Pianny. Mereka taruhan 250 rebu kalo Vio berhasil. Emang rada jahat sih, namun hasilnya berhasil. Guntara udah mulai menerima orang-orang disekelilingnya. (TAMAT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar