Sabtu, 29 Agustus 2009

ovelia

Ovelia Kucing Nyolot



“Ellen, kalo lama gue tinggal!” teriak cowok berseragam SMU dan mulai memasuki mobil hitam metaliknya Honda CRV terbaru, yang dibelikan Mom. Di dalam rumah cewek yang namanya Ellen masih di kamar. Dan mendongakkan kepalanya ke bawah agar dapat melihat kakaknya di garasi.
“Tungguin dong, gue belom selesai dandan..” katanya dan melanjutkan menguncir-uncir rambut panjangnya yang sedikit merah dengan pita.
Reza, cowok yang dimaksud menunggu sabar adiknya yang masih kelas 2 SMP itu didalam mobil sambil sambil memutar kaset Good Charlotte, album the Chronicles of live and death. Ellen, gadis manis yang kurus itu turun ke meja makan dan menemui tantenya. Tante Sara asyik membelai kucing kesayangannya, Ovelia. Ia membelai kucing itu sepenuh hati, seperti anak sendiri. Bahkan mungkin lebih menyayangi Ovelia dibandingkan menyanyangi kedua keponakannya.
Tante Sara di minta Mom Dad untuk menjaga Reza dan Ellen selama mereka di Malaysia.
“Ooh..Ovelia, Hari ini kita akan bersenang-senang. Membeli kebutuhanmu. Eh, Ellen sudah siap? Sana berangkat jangan buat Reza menunggu. Reza`kan orangnya tidak sabaran.” dan mulai membuka dompet kulitnya dan memberi Ellen uang pecahan limapuluhribuan.
Di ciumnya tante itu lalu menuju garasi. Tante Sara masih amat muda. Dan cantik. Tiga pemuda di komplek menyukainya tapi ditolak semua. Tante Sara masih berumur 24 tahun, dan hanya memikirkan Ovelia tanpa mengurusi urusan lain termasuk jodoh.


“Baiklah, Kak.. Ayo berangkat..” ujar Ellen
“Lama amat dandannya..” dan mulai menyalakan mesin mobil. Ellen mengamati mobil kakaknya itu. Pada kursi belakang ada gitar yang terbungkus apik disebelah stick drum dan ada juga Bass.
“Hari ini kakak nge-Band?” Reza tergabung dalam sebuah band yang bernama “Failed Death” bersama dengan 4 anak lainnya. Karena Reza kaya, di rumahnya ada ruang kedap suara tersendiri untuk Reza dengan teman-temannya latihan.
Vocalnya Victor sama Verliany. Victor juga pegang keyboard. Reza pegang gitar dan backing vocal. Yang pegang bass Diyana juga backing vocal. Yang pegang drum Biaz.
“Iya.. tapi bukan di rumah. kita mau latihan di studio music. Udah lama gak kesana. Sekalian mau mampir ke Hemma. Lo ikut aja, temenin gue. Sekalian gue traktir. Mau?” Ellen mengangguk pasti. Dan amat menyukai traktiran.
“Perlakuan Tante Sara sama Ovelia emang gak adil. Dia lebih sayang sama Ovelia dibanding sama kita. Apa hebatnya sih Ovelia? Cuma bisa ngeong doang. Gak bisa di ajak ngomong. Gak bisa aljabar lagi. Gue aja yang bego bisa aljabar. Dan yang jelas cuma pinter ngotor-ngotorin rumah. Iya kan Kak?”
Reza diam aja. Dan hanya memperhatikan jalanan. Ellen menggeleng, kakaknya itu kadang aneh.
“Kok diem, Kak?” Reza mulai mengamati Ellen.
“Yang gak bisa aljabar bukan Ovelia doang, gue juga angkat tangan sama Aljabar..” Ellen dan Reza sama-sama ketawa. Gue kira Reza marah, taunya ngerasa kesindir. Pikir Ellen.
Mobil itu sudah terparkir di halaman depan sekolah. Ada sebuah mobil terparkir di depan mobil Reza yaitu mobil Biaz. Di dalam mobil Biaz, rupanya ada pemiliknya sedang bersama Diyana, pacarnya.
Ellen yang akrab dengan Diyana menghampiri mobil itu. Reza mengikutinya.
“Nah ya! Nger’jain PR!” tudingnya.
“Ellen.. mana Reza?” Tanya Biaz di kursi belakang.
“Gue disini. Emang ada Pr apa? Pr Kimia doang kan?” Diyana dan Biaz mengangguk. Ellen permisi ke kelas. Saat Reza memasuki mobil Biaz, dua orang sahabat mereka datang.
Victor dan Verliany terlihat keluar dari mobil Victor, Dan mereka baru jadian kemarin. Reza, Diyana dan Biaz berbisik-bisik. V-V (Victor dan Verliany) menghampiri mobil Biaz.
“Cie cie.. yang baru jadian..” sindir Diyana.
“Wah, kayaknya kita harus manggil dua orang ini dengan V-V,” tambah Reza. Dan ketiga orang itu ketawa melihat V-V tersenyum malu bermerah padam. Setelah itu, kelima anak band “Failed Death” memasuki kelas mereka yang kebetulan sama. Dan kebetulan duduknya berdekatan. Verliany duduk dengan Reza. Dan dibelakangnya ada Biaz dan Diyana. Sedang Victor duduk di sebrang Reza.


Ketika di kelas, Verliany—yang sedang bicara pada Victor yang meminjam kursi Reza. Saat itulah seorang cewe dengan tampang berangasan datang dengan muka merahnya, di tindik dan style-nya yang enggak banget.
Dengan kasar cewek yang bernama Rininta itu menarik lengan Anny (panggilan Verliany) dengan kasar dan menatap tajam. Verliany hanya dapat menunduk takut. Ninta tak tahu kalau Victor udah jadian sama Verliany.
“Gue minta ya, sama elo, jangan sekali-sekali ganggu Victor. Dasar cewek murahan...” dengar kata-kata itu.


Victor bergerak reflek menarik balik tangan Ninta dan menjambak rambut Ninta yang tergolong panjang.
Diyana datang lalu memeluk Anny yang ketakutan. Diyana, Reza dan Biaz saling berpandangan. Takut. Kalau Victor marah, bisa abiz dunia. Victor keperawakkannya pendiam. Tapi kalau udah marah, dia bisa aja galak banget. Apalagi kalo liat temen-temennya bahkan orang yang disayanginya di perlakukan tidak wajar, ia akan memberikan apa aja untuk orang-orang disekelilingnya itu.



“Gue gak kenal lo, tapi gue yakin betul perbuatan lo tadi bikin gue marah. Lo gak boleh bilang kayak gitu sama Verliany, cewek gue..” katanya sangar!
“Hah? Jadi Verliany ini cewek lo? WHATS? Lo gak salah pilih cewek? Jangan jangan Verliany dulu’an yang nembak lo. Emang dasar cewek nggak punya malu…” Tanpa rasa bersalah Victor mengayunkan tangan dan mendarat tepat di pipi anak kelas 2F itu. Victor masih tetap diam dan menatap dingin.
“Lo berani nampar gue? Jago banget lo! Jangan mentang-mentang lo ketua OSIS ya! Beraninya cuma sama cewek… Gue pang- gil temen-temen gank gue Mampus Lo,” Victor bersiap meninju Ninta namun terelakkan karena ditahan Reza dan Biaz.
“Vic, jangan Vic. Inget lo itu ketua OSIS..” bisik Reza.
“Tau nih.. udah jangan pikir’in anak ini. Kita orang sibuk masih banyak yang harus dikerjakan. Jangan buang-buang waktu. Mending kita urus’in cewek lo. Kayaknya ketakutan.” Biaz gak sabar narik Victor. Victor dan Ninta masih berpandangan sinis.

“Denger Ya! Ketua Failed Death.. jangan sok belagu gitu deh!!!” sindir Ninta pada Biaz sang ketua. Gak terima pacarnya digitu’in Diyana menyela,
“Belagu lo.. Kesini mau ngelabrak, malah dilabarak. Sama ketua OSIS lagi. Gak tau malu. Pulang kampung aja lo, jualan beras..” teriak Diyana nggak mau kalah. Habis pakai acara ngatain nama grup bandnya siih….

“Elo ngomong lagi, seluruh anak 2A bakal ngelabrak lo..” tukas Victor. Ninta kaget dan mengetahui dirinya sedang di pandangi seluruh anak 2a. Kalo ketua kelas ngomong gitu, bukan gak mungkin Ninta bakal dilabrak sama semua anak 2A.
Langsung Ninta kabur. Anak lain menyorakinya. Verliany me- meluk Diyana. Pacarnya menghampiri. Tau diri, Diyana menyingkir kebangkunya yang ada Biaz dan Reza.
“Ver, kamu gak apa-apa’kan? Gak usah kepancing sama anak nyolot itu.” Verliany memandangi pacarnya dengan berkaca-kaca.
“Ini yang selama ini aku takutin, Vic! Kamu itu ketua OSIS, ketua kelas, anak Paskib, anak KIR, anak PMR, anak Basket, anak voli, anak badminton bisa-bisa seluruh cewek mang naksir kamu bakal ngelabrak aku.”


“Anak mana sih tuh? Nyolot amat. Ngata’in Failed Death lagi.. Gue gak terima harga diri gue sebagai pemimpin..” kata Biaz.
“Harga diri? Sumpeh lo?” ejek ceweknya. Ketiga anak itu tertawa.
“Koq cuma gue ya, yang gak punya ceweq?” Kata Reza sedih. “Kecian amat sih temen gue. Gak laku ya?” sindir Biaz.
“Biaz, Reza itu bukan gak laku. Tapi, gak mau. Lo terlalu pilih-pilih ceweq. Lo lupa kalo fans lo banyak. Lo lupa Cassandra, Izzie, Veny, Andira, Gloria, Anne, Lidya ? dan semua ceweq yang gak bisa gue sebut’in. Semua ngantri jadi ceweq lo.”

“Belom ada yang sreg aja, Diyana…” setelah bicara begitu, V-V mendekat. Dan ikut nimbrung.
“Ada apa nih? Kayaknya gue belom tau berita terbaru neeh..” kata Victor.
“Nggak kok. Kita cuma ngomongin Reza belom dapet cewe..”
“Dasar gak laku,” Verliany mencoba angkat suara.
“Ver, kalo lo bukan ceweknya Vic lo bakal gue tonjok luh..”
“Kalo berani cepet didepan gue. Lo mau nasib kayak Ninta Terjadi sama lo?” tantang Victor setengah becanda dengan teman baiknya. Anak-anak lain tertawa termasuk Vic dan Reza.


Sepulang sekolah, Ellen menunggui kakaknya didepan mobil Reza. Tak lama setelah anak SMU keluar, Verliany menghampiri adik Reza.
“Hai Ellen.. Nunggu kak Reza ya? Tadi kalo gak salah ketoilet bareng Biaz.”
“Tul banget..” Diyana datang menyelonong. Kemudian datang Victor dan menepuk pundak Verliany dan senyum lalu bicara dengan Ellen.
“Lo ikut kita nge-band kan? Ikut aja, biar rame ada lo..” Ellen cuma tersenyum manis. Victor disusul Verliany menaiki mobil Avanza Victor. Diyana menunggu pacarnya dengan ngobrol dengan Ellen.
“Kak, Kak Vic jadian ya sama Kak Ver?”
“Yoa bener banget. Baru jadian kemaren. Tadi aja, ada anak 2F yang dateng ke kelas mau ngelabrak Ver gara-gara deket sama Victor. Soalnya dia gak tau kalo udah jadian. Malah, tadi cewek itu dilabrak sama Victor.”
“Wah, fans kak Vic banyak ya!” tawanya.
“Yoa. Lo tau sendiri, ketua OSIS, ketua Kelas, anak Paskib, pasti banyak yang demen. Tapi kakak lo juga gak kalah. Banyak cewe yang suka dia.”
“Tapi gak laku-laku.” Mereka tertawa. Kemudian, Biaz datang dan memasuki mobilnya yang diikuti oleh Diyana. Tak lama sesudah itu, Reza kakak Ellen datang. Dan mengemudikan mobilnya ke sebu- ah Studio music di Narogong.
Mereka patungan sewa 3 jam. Didalam studio itu ada alat-alat yang memang sudah disiapkan. Dan kelima anak itu duduk ditempat posisinya masing-masing. Vocalnya Victor dan Verliany. Victor juga pegang gitar. Reza pegang gitar dan backing vocal. Biaz dan Diyana bersiap pada posisi mereka.
Reza terlihat mengutak-atik gitarnya sambil terkadang memainkan sebuah kunci.
Ellen sendiri masuk kedalam. Cuma duduk dipojok dan memperhatikan anak-anak itu latihan.
“Kak Ver lagu SP yang welcome to my live dong..”
“Ya udah. Semua siap ya..” kata Biaz memberi komando. Anak-anak tampak konsentrasi. “One.. Two.. three..” katanya. Dan mulai mengalun lagu Simple Plan

Do you ever feel like breaking down?
Do you ever feel out of place..
Like somehow you just don’t belong
And no one understands you

Do you want to run away
Do you look your self in your room
With the radio turned so loud
That no one hears you screaming


Baru bait pertama tiba-tiba Biaz melakukan kesalahan. Dia salah menabuh drum dan pecahlah tawa anak lain. Ellen, Diyana dan Verliany tertawa. Namun anak laki-lakinya marah pada Biaz.
“Reze aja neeh.. Kalo gak bisa serius gak usah latihan…” ancam Reza.
“Nyantai.. slow..” Biaz nge-less.
“Len, beli’in minuman sama cemilan dong!” kata Reza dan membuka tas ransel lalu memberi Ellen uang pecahan lima puluh ribu. Cewek itu tersenyum lalu keluar ruang kedap suara itu. Sementara Ellen itu pergi tak satu pun anak-anak Failed Death yang latihan. Semua pada duduk di bawah sambil ngobrol.
Karena udah biasa ke studio music itu, Ellen tau kalo didepan itu ada warung. Dan menemui pak penjaga warung. Sambil melihat-lihat makanan apa saja yang akan dibeli.


“Teh botolnya 6. Terus.. ngg.. piatos, citatos kacang atom, beng-beng, jet-Z semuanya enam. Terus permennya 20.” Katanya. Penajaga warung itu bingung dengan pesanan anak itu. Saking banyaknya. Dan mulai memasukkan pesanan itu semua ke kresek hitam yang besar.
“Semuanya Rp 35.000,00” katanya. Ellen menyerahkan uang lima puluh ribu. Bapak itu mengembalikan kembaliannya. Ellen lalu meneguk teh botolnya lalu menuju studio music itu.


Memasuki ruang kedap suara itu kelima orang itu nampaknya tidak sabar menyambar makanan itu. Dengan sedikit rebutan mereka mengambil jatah mereka. Seperti anak kecil. Anak-anak ceweq ngetawa’in anak-anak cowok.
“Itu beng-beng gue…....” canda Reza pada Biaz.
“Ngawur…. Gue belom ngambil beng-beng..” anak lain memperhatikan orang itu tidak mengerti? Gitu aja diribut’in. Setelah acara cemilan itu barulah Victor, Biaz dan Reza bisa serius. Dan dengan kedua anak cewek lain mereka latihan berbagai lagu. Seperti the reason-nya hoobastank. In the shadow-nya the rasmus dan holiday-nya green day.
Pukul setengah empat, Verliany mulai mengeluh,
“Eh, balik Yuk! Besok Pr kita’kan banyak. Ada sosiologi, Mat, fisika sama tata boga. Jadi mending kita pulang aja, terus latihannya lain kali..”
“Takut amat lo.. untuk apa ada Victor? Kita tinggal Tanya dia aja. Beres kan?” kata Biaz gak mau pusing-pusing.
“Ya udah.. gimana kalo kita ngumpul terus belajar bareng?” ajak Victor.
“Ya udah dirumah gue aja. Kalo ada waktu kita latihan.” Kata Reza.

“Jam setengah sembilan ya..” setelah perjanjian itu keenam anak itu berpencar lalu menuju mobil mereka masing-masing.Victor dan Verliany menuju mobil Avanza dan kebetulan rumah mereka satu komplek. Di Kemang Pratama. Kalau Biaz dan Diyana naik Honda city ke rumah Diyana di Pondok ungu dan rumah Biaz di Harapan Indah. Reza sudah pasti bareng adeknya.
Di rumah, tante Sara terlihat baru keluar dari mobil baleno-nya. Dan kedua kakak beradik itu tahu dari mana tante mereka. Dari shopping belanja buat Ovelia. Pukul setengah lima kedua anak itu sudah mandi dan nonton tv pada home theater di ruang tamu. Tante Sara mendekati mereka dan Ovelia duduk di pangkuannya sambil bermanja-manja.
“Reza , Ellen, tante mau ngomong hal serius sama kalian.”
“Apa Tan?” Tanya Ellen.
“Kalian masih ingat teman tante yang namanya tante Petra?”
“Reza udah lupa..” jawab Reza dengan malas.
“Ooh, tau.. yang dulu nginep sini’kan yang rambutnya keri- ting sosis, terus putih kurus banget sama tinggi banget. Temen kuliah tante Sara’kan?” Ellen meyakinkan.
“Tul banget.. nah dia’kan baru melahirkan. Tante sama temen-temen tante mau jenguk dia sambil nginep kurang lebih dua hari. Tapi masalahnya, rumahnya di Apartemen, jadi gak boleh bawa hewan..” sebelum melanjutkan, Reza menyela.
“Apa hubungannya coba?”
“Ya jadi, tante gak bisa bawa Ovelia. Nah, giliran kalian Bantu tante jaga Ovelia mudah koq. Baru saja tante membelikan kebutuhan Ovelia. Tinggal kalian merawat dan memandikannya.”
“Maleees..” kata Reza.
“REZA! Tolong tante.” Pinta tante Sara.
“Apa aja yang harus kami lakukan sama Ovelia?” Tanya Ellen.
“Tinggal memberinya makan, sama mengajak bermain sama jangan lupa dielus elus, juga bulu-bulunya harus disisir, kalian harus terus memangkunya—dia baru sembuh dari sakit. Gampang’kan?” Sebelum Reza dan Ellen setuju, tiba-tiba ponsel tante Sara 9210 berdering.
“Eh, Petra.. tenang aja, ini aku mau berangkat jemput Siara, Rheinata sama Natasha. Sebentar lagi berangkat. Ya udah ya Say..”
Tante Sara mengambil tas tangannya menurunkan Ovelia dan menaruhnya di atas sofa. Dan buru-buru,
“Baiklah Reza, Ellen titip Ovelia ya! Uang jajan kalian tante titipkan ke bibi.” Tante Sara segera menuju garasi lalu mengeluarkan mobilnya. Dan meninggalkan tugas mengurus Ovelia ke kepona- kannya.
“Apa-apaan ini?” gerutu Reza.
“Elo sih Len, kayak mau ngurus kucing sialan ini aja. Males tau..”
“Apa kakak gak mau duit 500 ribu. Tante janji akan memberi kita 500 ribu kalo kita bisa jaga Ovelia. Gampang aja’kan? Kasih makan doang?” ujar Ellen.
“Baguslah, kalo gitu lo aja yang urus. Lo kan cewe. Tau cara urus kucing.” Reza hendak meninggalkan adiknya. Ellen gak terima, lalu menarik tangan kakaknya itu.
“Enak aja. Tapi kakak juga mau uangnya juga’kan? Bantu aku dong..”
“Iya, tenang aja, tapi bukan gue yang Bantu lo. Tapi Diyana sama Verliany. Temen-temen gue bakal nginep disini. Makanya mereka yang bakal Bantu lo.” Begitu mendengar penjelasan kakaknya, Ellen langsung senang. Bukan dia aja yang urus kucing jelek itu.
Emang kucing cantik sih.. diimpor dari USA. Bulunya putih besar, hidungnya pesek banget dan gemuk lagi. Imut banget deh. Begitu temen-temen Reza datang—yang heboh itu Verliany dan Diyana. Mereka suka sama hewan imut. Pokoknya mereka yang paling bersemangat mengurus hewan imut itu.
Malam itu Reza dan yang lainnya belajar di ruang teve dengan meja penuh cemilan tentunya. Ovelia mendekati Verliany yang cantik sambil bergolak manja. Kucing impor itu dielus sepenuh hati olehnya. Tinggal kasih makan rupanya perkara mudah.
“Iih… ya ampun, kucing peranakan Belanda pasti imut bangeet…” puji Verliany—yang sedang menggendong Ovelia. Ovelia yang cukup terbiasa dimanja tante Sara—juga tanpa malu-malu bermanja-manja dengan Verliany.
“Iya… bulunya halus banget ya…” puji Diyana. Dia asyik membelai bulu-bulu putih Ovelia. Sementara anak cowo sama sekali nggak mau bergiming—dari cemilan mereka.
Mereka juga tampak ogah mengurusi kucing walau seimut apapun.
“Iih… lucu banget—Rez, tante Sara beli kucing ini dimana sih?” tanya Diyana penasaran dan dengan cekatan tangannya memberi kucing itu makan.
“Ooh…kalo gak salah ngambil di kolong jembatan.” Jawab Reza males-malesan dan terus mencontek hasil pekerjaan Victor.
“Eehh… bohong, Kak… Ovelia ini dibeli impor dari Belanda. Makanannya saja kalau bukan merk mahal—dia nggak bakal mau makan, dan makanannya itu juga impor dari Belanda.” Jelas Ellen yang tiba-tiba muncul membawa senampan penuh makanan dan minuman.
“Pasti makanan kucing itu lebih mahal dari makanan lo, Rez..” canda Biaz. Dan ditanggapi Reza dengan senyum penuh arti. Dan sepertinya mereka jadi berantem—tapi nggak lama.
Reza meminta pada teman-temannya untuk menginap beberapa hari di rumahnya. Mereka setuju, dengan Ovelia sebagai alasan. Namun anak cowok sih gak mikir banget. Beberapa hari kemudian tante Sara datang.


Melihat kucing kesayangannya dirawat dengan baik, dia dengan senang hati memberi keponakannya uang 500 ribu. 500 ribu itu dibagi dua untuk Reza dan Ellen. Namun tetep Reza mendapat persenan. Pokoknya kalo lain kali Tante Sara meminta menjaga Ovelia lagi Reza dengan senang hati akan menjawab, “BERES TANTE..!!!”


(Tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar