Mawar ke – 10
“Selamat pagi sayang. Selamat ulang tahun ya..” kata mama ketika Fianney membuka mata. Hari ini ulang tahunnya ke tujuh belas.
“Makasih mamaku sayang,” Fian memberikan ciuman sayang ke mamanya. Papa juga berdiri dibelakang mama. Fian juga tidak lupa mencium ayahnya. “Semoga kamu lebih dewasa dari sebelumnya, ya..”
“Beres Pa..” dibelakang papa juga ada koko dan adik Fian. Koko Fen-Fen dan adiknya Yudith. “Fian, happy birthday ya.” “Makasih koko. Awas nggak ngasih kado..” candanya. Untuk kakaknya itu Fian tidak memberi ciuman. Tapi untuk Yudith. Fian langsung menciumnya. “Selamat ulang tahun, cici.”
Kebetulan hari ini sekolah libur. Kalian tahu apa yang sangat dinanti-nantikan Fianney di hari ulang tahunnya ke-17 ini? Sebuah mawar merah. Entah siapa yang memberinya ia tidak tahu. Sejak ulang tahunnya ke-7, selalu ada kiriman bunga mawar tepatnya setangkai bunga mawar.
Tiap hari ulang tahun Fian, tiba-tiba setangkai bunga mawar tergeletak begitu saja di ranjangnya. Seluruh anggota keluarganya tidak tahu siapa yang menaruhnya. Tiba-tiba saja sudah ada di ranjang Fianney. Dan itu berlangsung hampir sepuluh tahun.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Fian menanti-nantikan bunga itu.
Bunga itu pasti dari pengagum beratnya sejak umur tujuh tahun. Karena setangkai mawar itu selalu dikirim tiap hari ulang tahunnya. Hebatnya orang itu dapat menyelinap dari orang orang yang ada dirumah dan langsung menaruhnya di ranjang.
Ada hal yang lebih spesial lagi.
Bunga-bunga mawar misterius itu tidak pernah layu. Kalau tahun ini ada setangkai bunga mawar lagi ini adalah mawar ke sepuluh. Dan kesembilan mawar-mawar sebelumnya, hingga sekarang tidak pernah layu. Itulah anehnya, setangkai bunga mawar tanpa akar dapat tahan bertahun-tahun. Dan Fian menyembunyikan kesembilan mawar itu di lemari pakaian. Tanpa cahaya matahari. Hebatnya tidak ada satupun yang layu. Benar-benar misterius.
“Aku benar-benar penasaran, siapa yang selama ini mengirimkan aku bunga.” Kata Fian sembari mengelus-elus bunga mawarnya yang sudah berjumlah sembilan di sebuah pot, yang selama ini disembunyikannya oleh orang-orang rumah.
“Bunga ini tidak berakar, tidak dapat sinar matahari, tapi kenapa bisa bertahan bertahun-tahun. Semua bunga tanpa akar mentok-mentok umurnya hanya 2 minggu. Benar-benar aneh. Tapi nggak tahu ah. Aku bersyukur punya penggemar rahasia itu.” Hingga siang mawar itu belum muncul. Mungkin karena aku masih ada disini. Jadi penggemar rahasiaku itu belum bisa beraksi. Pikir Fianney. Lalu ia memutuskan berkunjung ke rumah temannya Lita.
Pukul lima sore, Fian pulang. Dan benarlah dugaannya bahwa setangkai bunga mawar dalam keadaan masih sangat segar tergeletak di atas ranjangnya. Ooh, senangnya Fian. Kalau cowok itu berani memunculkan diri aku akan langsung menjadikannya pacarku. Kata Fian. Fian pun langsung memeluk bunga itu karena senangnya dan setelah puas memandanginya, ia menaruh setangkai bunga mawar itu di pot bersama dengan bunga-bunga dari tahun sebelumnya.
Dua jam kemudian, Fen-Fen, kakak Fian masuk ke kamar adiknya. Untuk memberi kado kepada Fian. Di kamar itu, Fen-Fen tidak menemukan adiknya. Tapi, ia mendengar sebuah suara dari toilet di kamar adiknya. Oh Fian sedang di kamar mandi. Tetapi pintunya dalam keadaan terbuka.
Fen-Fen mendengar adiknya sedang menyanyi lalu ia mengintip sedang apa adiknya. Akhirnya ia melihat adiknya sedang memberi air ke sebuah pot yang kosong.
Aneh sekali.
Tidak ada sama sekali bunga di dalam pot itu.
Lalu apa yang dilakukan oleh Fian.
Apa dia sudah gila.
Fen-Fen mulai berpikir keras atas apa yang sedang di lakukan adiknya itu. Maka ia memutuskan untuk menunggu adiknya keluar dari kamar mandi.
Tidak lama Fian keluar dari kamar mandi dengan wajah sangat berseri-seri. Tangannya seperti sedang memegang dan mengelus-elus sesuatu. Seperti bunga.
Tersentaklah Fian.
“Koko..!” kagetnya. Langsung ia menyembunyikan pot yang cukup besar itu di belakang punggungnya.
“Koko ngapain kesini?”
“Koko cuma mau ngasih kado ke kamu.” Ia menaruh kado yang cukup besar itu ke ranjang. “Oh.. makasih ya. Tapi,pesta sweet seventeen aku kan besok.”
“Nggak apa-apa kok.” Wajah Fen-Fen sama sekali berbeda, ia tidak seperti Fen-Fen yang Fian kenal. Ramah, kocak. Fen-Fen seperti menyembunyikan sesuatu. Fian juga sih. Ia menyembunyikan pot yang sedang dipegangnya. Ia memang tidak ingin ada yang tahu tentang mawar itu. Semua orang nggak akan percaya, ada mawar yang bertahan bertahun-tahun.
Fen-Fen terduduk di sudut ranjang. Fian juga duduk disebelah kokonya.
“..Fian..”
“..ya..?” muka Fian menunjukkan wajah bingung.
“Koko minta perlihatkan ke koko pot itu.” Kagetlah Fian bahwa ternyata koko Fen-Fen melihatnya sedang menyirami bunga mawar-mawar itu. Dan berarti Fen-Fen ialah orang pertama yang mengetahui tentang mawar itu.
Ya sudahlah. Sudah terlanjur. Biar koko tahu. Lagian, koko juga bisa menjaga rahasia kok. Pikir Fian. Dengan wajah sangat bahagia. Ia mengeluarkan pot itu dari belakang punggungnya dan menunjukkan ke koko Fen-fen.
“Ko, bunga mawar ini hadiah dari penggemar rahasia aku,” wajahnya sangat bahagia.
“..ooh.. itu bunga mawar..” kata koko sambil menunduk.
“Iih.. koko. Bercanda nih. Jelas-jelas ini mawar, warnanya merah begini lagi.” Canda Fian sambil mencubit kecil kokonya.
“Ooh. Warnanya merah. Dari mana kamu dapat itu?”
“Aku nggak tahu darimana. Karena tiap aku ulang tahun selalu sudah ada bunga mawar ini di kamar aku…” tiba-tiba Fen-Fen memotong,
“..tiap kamu ulang tahun…?” Fen-Fen bertanya heran.
“Iya. Tiap aku ulang tahun. Dari ulang tahunku ke tujuh. Jadi, jumlah bunga ini sudah sepuluh. Tadi aku menyiraminya biar nggak layu.” Ujar Fian sembari mengelus bunga mawar itu. Fen-fen tambah bingung. Ia berpikir sejenak. Sepertinya, ia mulai tahu dari siapa bunga mawar ajaib itu.
“Aku seneng deh ko. Ini pasti dari penggemar rahasiaku. Dia sudah suka aku sepuluh tahun. Bunga mawar ini juga nggak pernah layu. Padahal nggak punya akar, tidak dapat sinar matahari. Aku juga bingung. Tapi aku senang…” Fen-Fen memandangi wajah polos adiknya.
“Apa koko nggak mau memegang mawar ini?”
wajah ini.. wajah Fian ini.. Pikir Fen-Fen. Dia harus tahu tentang ini.
Tiba-tiba Fen-Fen menampar adiknya. Fian langsung menangis. Pot itu terjatuh di ranjang. Ia menangis, sambil berkata dengan wajah parau,
“Koko menampar aku disaat usiaku tujuh belas tahun? Koko jahat…” isak Fian. Dan menutupi wajahnya dengan tangan. Langsunglah Fen-Fen memeluk adiknya itu.
“Maaf, Fian. Kamu harus tahu siapa yang memberimu mawar misterius itu…”
“Memang koko tahu..?” isak Fian. Fen-Fen masih memeluk adiknya.
“Bunga mawar itu bisa tahan sepuluh tahun, karena, hanya kamu yang bisa melihat bunga itu.” Fian terheran-heran,
“Apa maksud koko?” ia masih dipelukan kokonya.
“Koko tidak bisa melihat bunga itu. Tadi di kamar mandi koko hanya melihat kamu membasahi pot kosong. Sama sekali nggak ada bunga.”
“Bohong! Bunga mawar ini ada sepuluh. Sepuluh tahun ini aku selalu melihatnya. Koko bohong..” makin kencanglah tangisan Fian. Ia sangat bingung dengan perkataan kokonya.
“Tentu saja kamu melihatnya. Hanya kamu yang bisa melihatnya. Karena semua bunga itu dari Marco.” setelah perkataan Fen-Fen itu, Fian melepaskan diri dari pelukkan kokonya. Wajahnya menampakkan sangat heran. Ia mengenal. Ia mengenal nama itu.
“Mar.. Marco..?”
“Iya. Nggak tahu kamu lupa atau nggak. Dia sahabat kecil kamu. Ulang tahunnya sama kayak ulang tahun kamu.”
“Aku lupa,” ujar Fian. Tangan Fen-Fen mencengkeram Fian.
“Waktu ulang tahun kamu ketujuh, kamu dan dia akan mengadakan ulang tahun bersama di rumah kita. Sialnya, sehari sebelum ulang tahunnya, Marco kecelakaan dan meninggal.”
DHHUUARRR…
Meledaklah telinga Fian (tidak sampai pecahlah). Tapi seakan-akan dia mau pingsan mendengar penjelasan kokonya itu. Ia kini sudah teringat tentang Marco. Kawan kecilnya. Sahabat baiknya. Ulang tahunnya sama seperti ulang tahunnya. Tapi, pada saat ulang tahun ketujuhnya Marco tidak datang ke pestanya Fian. Mulai dari situ Fian sangat membenci Marco. Bahkan ia tidak tahu bahwa Marco meninggal.
Fian merebahkan diri ke pelukkan kakaknya dan menangis sekencang-kencangnya. Ia sedih sekali.
“Jadi Marco itu meninggal..?”
“Iya. Kami nggak ada yang memberitahukan kamu. Takut kamu sedih…”
Pikiran Fian melayang—ia memikirkan waktu dirinya masih kecil. Sedari umur tiga tahun, ia sangat dekat dengan Marco. Mereka bermain bersama, selalu merayakan ulang tahun bersama. Tetapi mulai usia tujuh tahun Marco tidak pernah datang kembali. Dan tidak satu pun keluarga Fian yang memberitahukan kebenaran itu ke Fian. Maka, Fian menjadi sangat benci ke Marco.
“Jadi bunga ini..?” isak Fian mulai melepaskan diri dari pelukkan kokonya.
“Bunga itu kado ulang tahun kamu dari dia.” Fian memeluk pot itu. Hanya ia yang dapat melihat bunga itu. Fen-Fen hanya menghibur adiknya itu. Perasaan Fian berkecamuk. Akhirnya, ia memutuskan,
“Koko tahu dimana kuburan Marco..?” sang Koko hanya mengangguk.
“Aku mau mengucapkan selamat ulang tahun ke Marco.”
Segera dua bersaudara itu keluar rumah tanpa seorang tahu mau kemana mereka pergi. Pot itu dibawa oleh Fian. Fian masih sangat sedih dan tidak mempercayai ini. Sepuluh tahun Marco terus mengiriminya bunga. Tetapi, Fian selama ini justru membenci Marco yang mulai ulang tahun ke tujuhnya, menghilang bagai ditelan bumi.
Sudah sampai.
Fen-Fen menunjukkan dimana makam Marco. Fian berdiri di depan makam sahabat kecilnya.
Di nisan bergambar foto Marco saat berusia enam tahun, bertuliskan requiestcat in peace Domini “Alexius Marco”. Dan hari kematiannya ternyata ialah dimana hari ulang tahunnya ketujuh. Setelah menemukan makam itu, Fian langsung duduk dan memeluk nisan sembari meneteskan air mata. Tidak lama, ia mengeluarkan pot itu dan berkata,
“Marco, maaf selama ini aku marah sama kamu. Aku sama sekali nggak tahu kamu meninggal...” tangisnya.
“Selamat ulang tahun, Alexius Marco,” ia juga menaruh pot itu didekat nisan. Di dekat nisan juga banyak karangan bunga. Bunga mawar. Bertuliskan, “selamat jalan anakku, Marco, selamat ulang tahun ke tujuh belas,” pot itu ditaruh didekat karangan bunga itu. Karangan bunga itu pasti dari keluarga Marco.
Keajaiban terjadi.
Mawar yang selama ini hanya bisa dilihat oleh Fian, kini dapat dilihat oleh Fen-Fen. Koko Fian itu juga mendekati adiknya dan merangkulnya.
“Bunga mawar dari Marco itu—koko sudah lihat…”
“Jadi—koko sudah liat…?”
Fen-Fen mengangguk.
“Pasti Marco sudah bahagia di sana. Selamat ulang tahun, Marco..” kata Fen-Fen.
FIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar