Sabtu, 29 Agustus 2009

kakak bermata indah

Kakak Bermata Indah


Ini kisahku, Yuna Felicia ketika berumur sepuluh tahun.
Waktu itu aku jalan-jalan keliling komplek dengan Juna, kakak kembarku. Karena kecerobohanku, kami terpisah. Aku cuma bisa nangis dipinggir jalan. Datanglah seorang kakak baik hati menghibur dan membelikan aku es krim. Tidak lama Juna berhasil menemukanku. Beberapa hari kemudian di taman Persada Blok C, aku bertemu lagi dengan kakak itu. Dia mengenakan seragam SMP, ternyata ia akan menyatakan cinta kepada seorang gadis di taman itu. Gadis itu memiliki rambut yang indah. Lalu sang kakak minta aku untuk menyatakan perasaannya ke gadis itu. Aku datang ke gadis itu dan gadis itu menerima cinta kakak itu. Lalu, aku diberi sebungkus cokelat. Waktu itu aku belum paham soal cinta, aku sih seneng aja karena diberi cokelat. Dan kebodohanku ialah lupa menanyakan nama kakak itu maka aku menamai kakak itu dengan kakak bermata indah. Sebab matanya benar-benar indah.

“Ngelamunin apa?” Tanya Juna ketika sarapan.
“Kakak bermata indah.” Jawab Yuna.
“Kakak yang beliin es krim dan cokelat itu? Yuna, Itu sudah empat tahun yang lalu. Kenapa sih nggak bisa lupa?” Juna memang kakak yang egois.
“Aku cuma mau bilang terima kasih ke kakak itu. Kenapa sih nggak ngertiin?”
“Belum tentu orang itu masih inget kamu.”
“Aku masih inget. Karena dia punya mata dan hati yang indah. Nggak kayak kamu. Walau kembaranku, tapi nggak bisa ngerti perasaanku.” Yuna bergegas pergi.

Hari ini hari pertama Yuna dan Juna di SMP. Sesaat setelah sampai di sekolah, Yuna pergi ke kamar mandi di kantin. Saat keluar dari kamar mandi, ada laki-laki yang sama-sama baru keluar dari kamar mandi laki-laki. Dia memiliki mata yang indah. Tapi ia bukan anak SMP karena tak berseragam.
“Hei.” Panggil cowok itu. Yuna merasa sungguh tersanjung karena laki-laki itu memanngilnya. Yuna memberanikan diri untuk menengok ke arahnya. Laki-laki itu mendekati Yuna. Dalam hati Yuna berkata, ‘Oh Juna. Tolong. Saudara kembarmu ini bakal mati mendadak detik ini juga.’
“Kenapa rambut kamu digerai? Apa kamu nggak tahu peraturan sekolah bahwa siswi SMP yang berambut panjang dan digerai akan diskorsing tiga hari.” dia mengeluarkan sesuatu. “Ini pakai aja. Punya adikku.” dia mengeluarkan sebuah pita.
“Makasih, Kak. Aku nggak tahu karena ini hari pertamaku.” Jawab Yuna.
“Ooh. Selamat menikmati masa SMP ya, Dik.”
“Nama kakak?” dia keburu hilang dari pandangan mata. Iih Yuna bodoh.

Ketika istirahat Yuna menuju kantin, pikirannya masih menerawang pada kakak yang ditemuinya di kamar mandi pagi tadi. Karena itu setelah makan Yuna ke kamar mandi tempat pertemuan pertamanya dengan kakak itu. Dan benar saja. Lagi-lagi kakak itu berada di kamar mandi.
“Kakak? Kakak yang tadi meminjamkan aku kunciran rambut, Kan?” sapaku.
“Iya. Kamu nggak diskors, Kan?” Yuna menggeleng. Lalu Yuna nggak mau melakukan kesalahan untuk kedua kalinya.
“Nama Kakak siapa?”
“Melvin. Kalau kamu?” pria yang bernama Melvin itu mengulurkan tangannya. Yuna langsung membalas uluran tangan kak Melvin itu.
“Aku Yuna, Kak.” Setelah itu mereka ngobrol sebentar di kantin Dan disaat itulah Yuna menjadi lebih kenal dan akrab dengan Melvin. ‘Gue rasa gue nggak akan bisa tidur malam ini.’ Pikir Yuna dalam hati.
“Kak Melvin ada urusan apa ke sekolah ini?” Tanya Yuna.
“Lagi ngurus acara reunian angkatan gue.” Jawabnya ramah. Yuna menjadi kenal sosok Melvin. Semenjak pertemuan itu, Melvin jadi lebih sering ke sekolah hanya untuk mengantar dan menjemput Yuna. Dan kini usia persahabatan mereka menginjak satu bulan. Hampir setiap waktu Melvin menghubungi Yuna melalui ponsel hanya untuk bersenda gurau dan membicarakan hal-hal nggak penting. Namun itu terasa amat penting bagi Yuna yang menyukai Melvin.
Hari ini seusai sekolah Melvin menjemput Yuna menuju rumah Melvin yang letaknya berdekatan dengan komplek rumah Yuna. Melvin menjanjikan Yuna akan dikenalkan dengan adik Melvin yang bernama Melvy. Namun, Melvin sempat memperingatkan bahwa adik Melvin yang bernama Melvy itu orangnya cukup ketus pada orang yang baru dikenalnya.
Akhirnya rumah Melvin yang cukup besar itu berada di hadapan Yuna.
Melvin mempersilahkan Yuna untuk duduk dan ia pergi ke dapur menyiapkan minuman. Nggak lama, muncullah Melvy gadis yang usianya sama dengan Yuna. Wajahnya cantik tapi sepertinya nggak ramah. Melvin sempat bercerita bahwa Melvy home schooling karena penyakit yang ia derita.
Gadis itu duduk berhadapan dengan Yuna dengan tatapan tak bersahabat.
“Jadi lo Yuna..” katanya ketus.
“Iya. Kamu Melvy ya. Kak Melvin sering cerita tentang kamu,” kata Yuna mencoba ramah sambil mengulurkan tangan. Tapi Melvy tidak mau membalas salam itu. Ia justru acuh tak acuh dan ngeloyor pergi.
Melvin muncul dengan baki penuh makanan.
“Udah ketemu Melvy ya? Sorry, dia emang ketus.” Katanya dan mempersilahkan minum. Mereka pun ngobrol tentang keluarga mereka masing-masing. Dan Yuna ngelihat foto keluarga Melvin. Ayah dan ibu Melvin, dan ketiga anaknya, Melvin dan dua adik perempuannya. Melvy ternyata memiliki saudara kembar.
“Kakak punya dua adik?” Yuna bertanya.
“Iya. Gadis yang duduk di kanan kakak itu Melva. Dia kembaran Melvy. Melva sudah meninggal dua tahun yang lalu karena penyakitnya.” Jawab Melvin dengan wajah sedih. Yuna menjadi paham mengapa Melvy bersikap ketus.
“Ooh maaf. Apa penyakit Melva dan penyakit Melvy sama?”
“Iya sama. Penyakit yang sering diderita pada anak kembar. Hanya saja, kondisi Melva sedari kecil lemah.” Obrolan itu hanyut dalam kesedihan.
Setelah memandang wajah Melvin di foto itu, tidak berbeda jauh sih dengan yang sekarang, sama tampan dan dari raut wajahnya menunjukkan kedamaian. Sepertinya Yuna mengenal orang yang di foto itu. Ia berusaha mengingat. Astaga.
Orang yang ada di foto itu, itu kakak bermata indah.
Tubuh Yuna serasa kejang. Melvin merasakan keanehan pada diri Yuna. Lalu, dia mulai memegang tangannya dan menanyakan ada apa sebenarnya dengan Yuna.
“Apa empat tahun yang lalu Kakak pernah menyatakan cinta pada seorang gadis yang berambut indah di taman Persada blok C?” tanyanya, Melvin mengingat-ingat sebentar. Butuh beberapa detik untuk mengingat kejadian empat tahun yang lalu itu.
“Iya. Yuna memang kenal Olin?” Tanyanya. Gadis itu hanya tersenyum kikuk, ia sama sekali nggak mengenal orang yang namanya Olin. Dan hanya menjawab, “Aku nggak kenal Olin, Hanya saja aku gadis kecil yang membantu kakak nembak Olin dengan memberi dia sebuah bunga dan kakak memberi aku cokelat sebagai balasan.” Jawabnya. Yuna sama sekali nggak menyangka akan bertemu kakak bermata indah bahkan orang itu berada di hadapannya. Melvin yang dihadapan Yuna memang memiliki mata yang indah.
“Apa? Jadi gadis kecil yang menangis karena kehilangan kakak kembarnya, gadis kecil yang bantu kakak nembak Olin, itu kamu? Gadis yang sekarang bukan kecil lagi, tapi setiap kita bertemu selalu di kamar mandi?” Melvin juga nampak nggak percaya. Dan mereka tertawa renyah.
“Olin masih jadi pacar Kakak sekarang?”
“Nggak. Kami putus dua tahun yang lalu.”
Dan ada hal aneh lagi, ternyata cara Melvin bertemu Olin sama persis dengan cara bertemu Melvin dengan Yuna. Melvin pertama kali bertemu Olin di kamar mandi kantin, yang sama-sama baru keluar dari kamar mandi, dan saat itu Olin juga menggerai rambutnya. Dan Melvin memberikan karet punya adiknya untuk Olin. Dan, peristiwa Melvin nembak Olin di taman Persada Blok C dibantu oleh gadis kecil yakni Yuna Felicia, dunia memang sempit.
Ketika Melvin dan Olin masih berpacaran, mereka disebut-sebut sebagai pasangan terharmonis dan tercocok. Melvin, laki-laki tampan dan bermata indah dan Olin, gadis berambut indah dan pintar. Itu sempat membuat Yuna merasa iri. Yuna masih tidak percaya bahwa ia telah dipertemukan dengan kakak bermata indah yang hampir empat tahun ini membuatnya penasaran. Seperti mimpi yang dikabulkan. Melvin pun bercerita bahwa Melvy dan Melva (yang saat itu masih hidup) sudah sangat cocok dengan Olin. Buat Yuna peristiwa ketika ia terpisah oleh Juna dan juga peristiwa Melvin memberikan es krim dan cokelat pada Yuna merupakan hal termanis dalam hidupnya.
Tak terasa waktulah yang memisahkan mereka. Akhirnya Yuna pulang diantar Melvin. Dari atas terlihat Melvy di beranda menunjukkan wajah masamnya dan memalingkan wajah.
Keesokan harinya Yuna merasakan ada suatu keanehan. Seharian Melvin tidak menelepon atau ke sekolah untuk menjemput Yuna seperti biasa. Bahkan Yuna sempat berpikir Melvin menjauhi dirinya karena penolakan Melvy terhadapnya.
Esok harinya pun belum berubah.
Juna merasakan keanehan pada diri saudara kembarnya itu. Walau Juna amat jarang berbicara, namun sesungguhnya hatinya amat peka mengenai yang sedang di alami Yuna. Maka ketika istirahat ia bertanya, “Kamu aneh sekali, Yuna. Apa ada hubungannya sama Melvin?” Juna kemudian duduk disamping Yuna.
“Iya. Dari kemarin Kak Melvin nggak menghubungiku. Hari ini juga,” Jawabnya.
“Mungkin dia lagi nggak punya pulsa dan lupa kasih kabar. Jangan negative thingking dahulu. Dia kan kakak bermata indah lo. Sekarang kamu tenang saja,” senyumnya lembut. Kata-kata Juna begitu melegakan. Walau Juna itu pendiam dia benar-benar kakak yang baik dan perhatian.
Esok hari sehabis pulang sekolah, Melvin menghubungi Yuna.
“Kak Melvin, kenapa sih, dua hari ini nggak menghubungi aku? Aku khawatir sama Kakak.” Yuna langsung membuka pembicaraan.
“Maaf. Dua hari ini Kakak sakit..” jawabnya, suaranya terdengar sedikit parau. Sepertinya dia benar-benar sakit. Beban Yuna kini mulai berkurang.
“Kakak sakit apa? Yuna mau jenguk Kakak,”
“Nggak usah. Kak Melvin sudah baikan. Kakak cuma mau satu hal dari Yuna.” ujarnya. Kata-kata Melvin terdengar amat serius.
“Sekarang Yuna datang ke taman Persada Blok C ya..” katanya. Tiba-tiba telpon terputus. Yuna tersentak. Saat mencoba menghubungi balik namun justru mail box. Taman Persada Blok C Itu tempat kak Melvin nembak Olin.
Di taman cukup ramai karena hari sudah sore. Disana tidak terlihat batang hidung Melvin. Kira-kira tiga puluh menit Yuna menunggu Melvin di tempat itu. Kalau bukan karena Kak Melvin orang yang selama empat tahun ini dia cari karena dia yang telah menolongnya waktu tersasar, mana mungkin Yuna mau nunggu selama itu.
Tetapi, sirna sudah rasa kesal Yuna. Karena kemuncul seikat bunga mawar putih dari belakang Yuna. Dan benar saja, orang itu Melvin. Yuna memasang senyum termanisnya. Melvin membalas senyum. Yuna menerima bunga mawar putih itu. Wajah Melvin pucat seperti sedang sakit.
“Kakak nampak sakit, kenapa memaksa untuk kemari?”
“.. karena aku belum tentu bisa melakukan hal ini lain hari..” jawaban penuh misteri. Yuna tak paham maksudnya.
“Apa maksud kakak?” Yuna bingung, “….bukan apa-apa….” Dia tersenyum lagi.
“Yuna, Kakak suka Yuna. Apa Yuna merasakan apa yang kakak rasakan?”
Dia benar-benar mengatakan. Dia sungguh-sungguh menyatakannya. Seperti mimpi, inilah yang aku mau sejak lama. Kak Melvin menyukaiku. Karena malu super sangat, Yuna sampai nggak sadar membelakangi Kak Melvin. Gumam Yuna.
“Iya. Yuna juga sayang kakak..” Yuna menoleh kebelakang.
Tapi secepat kilat Melvin sudah tidak berada di Taman Persada Blok C itu. Yuna panik dan berusaha menemukan kakak bermata indah namun nihil hasilnya. Maka Yuna memutuskan untuk pulang.
Di rumah Yuna menceritakan hal itu pada saudara kembarnya. Juna berusaha sesabar mungkin mendengarkan seluruh curahan hati Yuna. Juna berusaha menjadi kakak yang baik. Yuna pun memeluk Juna sebagai tanda terima kasih atas perhatiannya. Juna berjanji membantu Yuna menyelesaikan permasalahan misterius itu.
“Apa besok kita ke rumah cowokmu itu?” Tanya Juna.
“Nggak ah. Aku segan sama adiknya Melvin. Dia nggak suka sama aku, Melvy lebih menyukai Melvin berpacaran dengan Olin.” jawab Yuna. “Gimana kalau besok kita ke rumah mantannya Melvin si Olin itu,” saran Juna.
“Buat apa?”
“Mungkin Olin mengetahui kepergian Melvin secara mendadak itu,” jawab Juna.
“Ya sudah. Besok temenin ke rumah Olin, ya.” Juna mengangguk. Yuna memang sempat menanyakan alamat rumah Olin dari Melvin.

Keesokan harinya ialah hari Minggu. Si kembar berjanji akan ke rumah Olin pukul empat sore. Dan kini rumah Olin telah ada di hadapan mereka. Si kembar masuk ke rumah itu. Ternyata yang membukakan pintu pembantu Olin. Ia mengatakan Olin sedang pergi sebentar lagi akan pulang. Si kembar di persilahkan menunggu di ruang tamu. Mereka benar-benar merasa tidak enak. Kenal dengan sang empunya rumah juga tidak.
Lima belas menit kemudian terdengar suara deru mobil dari luar. Yang datang ialah gadis yang benar-benar manis. Rambutnya panjang dan menjuntai indah. Namun saat itu ia mengenakan pakaian serba hitam sehingga kecantikkannya tidak memancar. Ia nampak seperti baru pulang dari pemakaman.
Olin memandangi mereka seperti orang asing.
“Apa gue pernah kenal kalian sebelumnya?” tanyanya tidak terlalu ramah.
“Kamu Olin?” Tanya Yuna memberanikan diri.
“Ya iya lah. Udah deh sekarang cepat kasih tahu urusan lo berdua sama gue. Gue lagi sedih sekarang..” jawabnya ketus namun ditutupi.
“Olin masih inget sama Melvin?” Tanya Yuna. Dibalas dengan anggukan.
“Olin masih inget nggak dengan gadis kecil yang empat tahun lalu membantu Melvin untuk menyatakan perasaannya sama Olin di taman Persada Blok C?” wajah Olin yang oriental itu mencoba mengingat, “Oh iya. Emang kenapa?”
“Gadis kecil itu aku. Dan aku kemarin ditembak oleh Melvin, tetapi anehnya saat aku mau menjawab Melvin langsung hilang seketika bagai ditelan bumi…”
Tampang Olin berubah menjadi seperti shock. Bahkan teramat shock.
“APA? Melvin nembak lo kemarin?” gue mengangguk.
“NGGAK MUNGKIN..” teriak Olin yang cantik itu.
“Aku nggak berbohong. Kemarin Melvin menyatakan perasaannya di taman Persada Blok C. Tempat yang sama saat menembak Kak Olin empat tahun yang lalu.”
“Nggak mungkin!” Teriak Olin semakin keras.
“..nggak mungkin kenapa..” gue merinding saat itu juga.
“Sejak tiga hari yang lalu Melvin masuk rumah sakit kecelakaan sehabis mengantar pulang temannya yang habis main ke rumahnya. Lalu ia meninggal kemarin. Mana mungkin dia bisa ke taman Persada..” teriak Olin menangis.
“Hah? Meninggal? Kemarin dia sungguh-sungguh datang dan memberiku mawar putih,” jawab Yuna yang juga ikutan shock dengar pengakuan Olin.
“Dan gue sungguh-sungguh melihat Melvin meninggal. Kalian tahu gue baru pulang dari pemakaman Melvin. Dia meninggal kemarin dan dikuburkan hari ini..”
Astaga.
Lalu, kemarin, siapa yang kulihat, siapa yang menelponku, siapa yang memberikan aku bunga? Yuna langsung menangis di pelukan saudara kembarnya. Melvin meninggal. Tiba-tiba Olin memegang tangan Yuna
“Kemarin lo benar-benar bertemu dengan Melvin?” Yuna mengangguk lemas.
“Terus itu siapa,” katanya pelan. Sepertinya sendi-sendi di tubuhnya berhenti berfungsi. Bahkan nafas pun tersengal-sengal.
“Itu benar-benar Melvin, Yuna..” kata Olin. Darimana dia tahu namaku,
“Kau tahu namaku,” dia menjawab, “Dari Melvy, tadi aku bertemu di pemakaman, dia tampak amat terpukul. Melvy sudah pernah kehilangan saudara kembarnya dan kini kakaknya meninggal. Melvy sebenarnya nggak suka sama kamu. Dia lebih suka kalau akulah yang menjadi pacar Melvin. Kemudian dia bilang kalau Melvin kecelakaan setelah mengantarmu pulang.” Yuna shock berat. Melvin meninggal karena mengantarnya pulang. Yuna menangis sekeras-kerasnya, tidak peduli di rumah orang yang baru dikenalnya. Olin mendekati Yuna dan memeluknya serta menghibur.
“Kenapa Melvin tetap menyatakan perasaannya pada Yuna?” tanya Juna.
“Mungkin itu yang disebut ‘the power of love’, ‘kekuatan cinta’, walaupun telah berbeda dunia, kekuatan cinta Melvin pada Yunalah yang membuat Melvin tetap mengatakan perasaannya pada Yuna. Walau ia tahu ia tidak akan pernah bisa memiliki Yuna.” Olin menyatakan hipotesanya.
Jadi Kak Melvin sungguh-sungguh mencintaiku. Terima kasih Kak Melvin, terimakasih. Semoga kakak bahagia disana. Yuna juga sayang kakak. Kata Yuna dalam hati. Saat itulah timbul rasa bangkit dalam dirinya.
Yuna melepaskan pelukkan Olin dan menghapus air mata yang tersisa. Dan Yuna berkata pada Olin, “Terima kasih, Kak Olin. Aku sudah sadar Kak Melvin memang benar-benar menyayangiku. Makanya, aku nggak boleh nangis. Boleh aku tahu dimana makam Kak Melvin?”
“Di TPU Prima Persada.” Jawabnya sambil tersenyum manis. Pantas Kak Melvin pernah memilihnya untuk dijadikan pacar. Ujar Yuna dalam hati.
Yuna bangkit berdiri, “Jun kita pulang, Yuk. Kak Olin kan sekarang lagi bersedih, kita jangan ganggu dia. Biarkan dia sendiri,” Yuna menarik tangan Juna untuk pulang.
Si kembar pamit pulang. Mungkin setelah kepergian mereka Olin juga menangis karena mantannya bernasib tragis. Sepanjang perjalanan pulang pun Yuna terus memeluk punggung Juna dan menangis tanpa henti. Untunglah ada Juna yang setia menjadi bahu untuk tempat Yuna menangis.
Keesokannya mereka ke makam Melvin. Si kembar menemukannya, mereka berdoa agar ia tenang disana. Dan Yuna berjanji akan menjaga the power of love pemberian Kak Melvin, kakak bermata indah.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar